Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (2)
Sejak kecil, Abdul Malik memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya. Setelah belajar al-Qur’an kepada ayahnya, Abdul Malik diperintahkan untuk melanjutkan pendidikannya kepada Kiai Abu bakar bin Haji Yahya Ngasinan, Kebasen, Banyumas.

Pendidikan Syekh Abdul Malik
Sejak kecil, Abdul Malik memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya. Setelah belajar al-Qur’an kepada ayahnya, Abdul Malik diperintahkan untuk melanjutkan pendidikannya kepada Kiai Abu bakar bin Haji Yahya Ngasinan, Kebasen, Banyumas.
Selain itu, ia juga memperoleh pendidikan dan pengasuhan dari saudara-saudaranya yang berada di Sokaraja, sebuah kecamatan di sebelah timur Purwokerto. Di Sokaraja ini terdapat saudara Abdul Malik yang bernama Kiai Muhammad Affandi, seorang ulama sekaligus saudagar kaya raya. Memiliki beberapa kapal haji yang dipergunakan untuk perjalanan menuju Tanah Suci.
Ketika menginjak usia 18 tahun, Abdul Malik dikirim ke Tanah Suci untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama, seperti Tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqih, Tasawuf dan lain-lain. Pada tahun 1327 H. Abdul Malik pulang ke kampung halaman setelah kurang lebih 15 tahun belajar di Tanah Haram. Selanjutnya ia berkhidmat kepada kedua orang tuanya yang sudah sepuh (lanjut usia). Lima tahun kemudian (1333 H.) ayahandanya (Muhammad Ilyas) meninggal dalam usia 70 tahun dan dimakamkan di Sokaraja.
Sepeninggal ayahnya, Abdul Malik muda berkeinginan melakukan perjalanan ke daerah-daerah sekitar Banyumas, seperti Semarang, Pekalongan, Yogyakarta dengan berjalan kaki. Perjalanan ini diakhiri tepat pada seratus hari wafatnya sang ayah. Abdul Malik kemudian tinggal dan menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Sejak saat ini, ia kemudian lebih dikenal sebagai Syekh Abdul Malik Kedung Paruk.
Kegemarannya dalam menimba ilmu di berbagai tempat, menjadikan Syekh Abdul Malik mempunyai jumlah guru yang banyak, diantaranya:
1. Pedidikan dasar dalam ilmu syar’i dan ilmu tasawuf, beliau peroleh dari ayahnya Syekh Muhammad Ilyas
2. Ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumun Qur’an, beliau berguru kepada Sayyid Umar Asy-Syatha’ dan Sayyid Muhammad Syatha’. Keduanya merupakan ulama besar Mekkah dan Imam Masjidil Haram
3. Ilmu Hadits dan Fiqih ‘ala madzahibilarba’ah, beliau berguru kepada:
– Sayyid Thaha bin Yahya Al-Maghribi (seorang ulama asal Hadhramut tang menetap di Mekkah)
– Sayyid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya (salah seorang guru besar di Masjidil Haram)
– Sayyid Muhsin Al-Musawwa.
4. Ilmu Syari’ah dan Thariqah ‘Alawiyyah beliau berguru kepada:
– As-Sayyid Al Habib Ahmad Fad’aq.
– As-Sayyid Al Habib ‘Aththas Abu Bakar Al-Attas.
– Kiai Muhammad Sholeh bin Umar Darat Semarang (guru Asy-Syekh Abdul Malik ketika masih muda dan belum berangkat ke Mekkah).
5. Guru-guru Syekh Abdul Malik di Madinah:
– As-Sayyid Ahmad bin Muhammad Amin Ridhwan
– As-Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani
– As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (dari beliau Asy-Syekh Abdul Malik memperoleh sanad Thariqah Syadziliyah di mana Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki memperolehnya dari Mufti Al-Kabir Syayyid Shalih Al-Hanafi Mekkah).
Jadi Syekh Abdul Malik menetap di Jazirah Arab selama kurang lebih tiga puluh tahun. Karena keleluasan dan pengetahuan yang mendalam, beliau menerima hadiah yang luar biasa dan berharga di antaranya, diangkat oleh pemerintah Arab Saudi sebagai Wakil Mufti Madzhab Syafi’i dalam bidang ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits di Mekkah. Sedangkan yang kedua, beliau memperoleh kesempatan untuk mengajar berbagai ilmu agama seperti Ilmu Tafsir dan Qira’ah Sab’ah. Kepandaian beliau serta kedisiplinan beliau dalam menimba ilmu selama di Mekkah tidak sia-sia, karena hanya ulama-ulama tertentu yang mampu memperoleh anugerah seperti Syekh Abdul Malik. Bahkan beliau juga menerima rumah tempat tinggal dari Pemerintahan Arab Saudi, keuntungan ini diberikan hanya kepada ulama yang sudah memiliki gelar Al ‘Allamah (orang yang sungguh-sungguh pandai dalam segala ilmu agama).
Tidak heran dengan ketekunannya dalam memahami ilmu-ilmu keagamaan membuatnya memiliki setumpuk karomah, sebagai sebuah kekuatan dan keistimewaan bagi orang-orang dekat dengan Tuhan. Predikat sebagai seorang waliyullah pun melekat dalam diri beliau, sehingga derajat kesufian dan dimensi mistik menjadi bagian tak terpisahkan dari perbincangan semua kalangan. Sebagai seorang waliyullah, Syekh Abdul Malik disegani dan dihormati oleh semua kalangan karena pengembaraan spiritual yang dilakukannya di Mekkah benar-benar memberikan dampak signifikan bagi pembersih hari dari segala dosa, sebagaimana pengembaraan Nabi Muhammad untuk mencapai ekstase agama menuju surga.