Mengenal Kiai M. Fatkhur Rohman Thoyib (Mbah Sarimbit), Pendiri Ponpes As-Stresiyah Juwana

September 20, 2023 - 05:32
Mengenal Kiai M. Fatkhur Rohman Thoyib (Mbah Sarimbit), Pendiri Ponpes As-Stresiyah Juwana

Tepat di Desa Garuwan, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berdiri sebuah Pondok Pesantren Asstresiyah Darul Ubudiyah Sejati pada tahun 1999. Pesantren ini didirkan oleh Kiai Fatkhur Rohman Thoyib (Mbah Sarimbit) atas perintah gurunya Syekh Ahmad Fadlil Asemapan, pendiri Ponpes As-Sa’adah Asemapan Trangkil dan juga saran dari beberapa gurunya yang lain seperti Kiai Muhaiminan Gunardo Parakan dan Kiai Abdul Wakhid Dahlan Trowolu.

Mbah Sarimbit adalah putra dari keluarga petani, Bapak Sastro Supadi bin Wiro Wakiman bin Suro dengan Ibu Saini binti Sanah binti Thoyib. Ia dilahirkan di Desa Garuwan, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, pada 16 Juli 1968.

Pada usianya yang ke 14 tahun, Mbah Sarimbit mulai menempuh pendidikan di Ponpes As-sa’adah. Karena latar belakang ekonominya yang serba kekurangan, ia selalu melakukan tirakat dengan memakai pakaian seadanya, makan dengan sangat irit yaitu dengan nasi loyang (karak atau nasi bekas yang sudah di keringkan) dan dengan lauk ikan yang ia ambil di saluran pembuangan air setiap malam tiba.

Selama menjadi santri di Ponpes As-Saadah, Mbah Sarimbit selalu memanfaatkan waktu untuk belajar serta wiridan. Tidak ada waktu untuk menganggur atau sekedar becanda.  Jika berbicara pada teman sepondoknya, ia selalu menggunakan bahasa krama. Tak peduli kepada yang lebih tua atau muda. Begitu pula akhlaknya terhadap sang guru, yang selalu tawadhu’ dan manut pada setiap perintah dan tak pernah sekalipun menolak.

Selain itu, Mbah Sarimbit juga santri yang disiplin dan tidak pernah melanggar aturan pondok. Sayangnya, Karena ekonomi tidak mendukung, akhirnya ia hanya mampu hidup di pesantren sekitar dua bulan saja. Namun, walaupun sudah tidak di pondok, ia selalu rabithah kepada gurunya, sembari bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Ketika menginjak usia 15 tahun, Mbah Sarimbit mulai belajar ilmu fiqih, al-Qur’an, tasawuf serta ilmu pengobatan dan ilmu kanuragan kepada Kiai Ali Muhtar Kadilangu Trangkil. Bahkan pada usia tersebut, ia sudah biasa tirakat mutih dan pati geni, yang langsung dibimbing oleh Kiai Ali Muhtar sendiri. Mbah Sarimbit juga bersungguh-sungguh dalam belajar dan berkhidmah kepada Kiai Ali Muhtar hingga gurunya wafat pada tahun 1997 yang bertepatan pada usianya ke 24 tahun.

Sembari menuntut ilmu kepada Kiai Ali Muhtar, Mbah Sarimbit juga sempat mengambil sanad keilmuan dari ulama lain, seperti belajar ilmu tasawuf dan ilmu Thariqah Syadziliyah di bawah bimbingan Kiai Muhaiminan Gunardo, pengasuh Ponpes Bambu Runcing Parakan, Temanggung, pada usianya yang ke 22 tahun,

Pada usianya yang ke 23 tahun, Mbah Sarimbit menikah dengan seorang perempuan yang bernama Syarifah binti Sutarmin. Keduanya dinikahkan oleh sang guru, Kiai Ali Muhtar. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai putri yang diberi nama Syamsul Ma’arif al Fatimah yang lahir pada 15 Juni 1999.

Ketika gurunya wafat, pada hari yang ke 40 Mbah Sarimbit ditemui oleh Kiai Ali Muhtar bir-ruh. Dari pertemuaan itu, Mbah Sarimbit diamanati untuk melakukan beberapa hal. Pertama, diminta untuk mengambil kitab-kitab miliknya yang dibawa oleh Bapak Paujan dan beberapa orang lainnya. Padahal, pada waktu itu Mbah Sarimbit belum mengenal Bapak Paujan. Akirnya kitab-kitab milik Kiai Ali Muhtar yang dibawa oleh Bapak Paujan diminta olehnya.

Kedua, Mbah Sarimbit diminta untuk meneruskan zikirnya serta berkhidmah kepada guru yang pertama, Syekh Ahmad Fadil Asempapan. Akhirnya ia kembali berkhidmah dan belajar ilmu zikir, tasawuf, fiqih serta ilmu olah batin pada Syekh Ahmad Fadil Asempapan.

Setelah kembali berguru pada Syekh Ahmad Fadil Asempapan di usianya yang masih 24 tahun, Mbah Sarimbit dilatih untuk bertapa (uzlah/khalwat), langsung dibimbing oleh Kiai Ahmad Fadil sendiri. Tempat-tempat yang sering dipakai untuk bertapa adalah puncak Gunung Muria, Puncak Morotopo, serta tempat lain di Jawa dan Madura. Amalan tersebut selalu dilaksanakan hingga usianya mencapai 30 tahun.

Selain dibimbing spiritualnya secara langsung oleh Kiai Ahmad Fadhil, gurunya tersebut juga merekomendasikan kepada Mbah Sarimbit untuk ikut berbaiat thariqahnya Kiai Abdullah Salam Kajen, yang waktu itu dibimbing oleh Kiai Rohmat Nuur Kajen di tahun 1997. Selanjutnya Mbah Sarimbit juga belajar ilmu tasawuf  dan Thariqah Syattariyah wa Syadziliyah melalui Kiai Abdul Wakhid Dahlan al-Mutamakin, pendiri  Ponpes Darut Tauhid desa Trowolu kecamatan Ngaringan kabupaten Grobogan Jawa Tengah.

Pada tahun 1999, Mbah Sarimbit menerima ijazah kemursyidan Thariqah Syattariyah dari gurunya, Kiai Abdul Wakhid Dahlan al-Mutamakin, dan mulai  mengembangkan thariqah tersebut di desa kelahirannya, Desa Garuwan, Kecamatan Juwana, pada tahun 2000. Di tahun yang sama, Mbah Sarimbit juga belajar Thariqah Sadziliyah kepada Kiai Ahmad Abdulkaq bin Dalhar, Watu Congol.

Selain menerima ijazah kemursyidan Thariqah Syattariyah dari jalur Kiai Abdul Wakhid Dahlan al-Mutamakin, Mbah Sarimbit juga mendapatkan ijazah kemursyidan dari beberapa guru lain, yaitu Thariqah Syattariyah dari jalur Syekh Abi Syifa’ Nufal  Abdullah bin Muhtadi  Bendakerep Cirebon pada tahun 2001.

Pada tahun yang sama, Mbah Sarimbit juga menerima ijazah Zikir Alawiyah Habib Anis Solo dan mengkhatamkan kitab hadis bukhari kepadanya.

Setelah aktif mengembangkan Thariqah Syattariyah di desanya, pada tahun 2010 Mbah Sarimbit kembali menerima bai’at Thariqah Syattariyah dari jalur Kiai Mudzakir, Gubuk Sari, Kendal. Ia juga kemudian mendapatkan ijazah thariqah yang sama dari jalur Kiai Khasbullah Cilacap pada tahun 2012. Di samping itu, Mbah Sarimbit juga mengamalkan Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah dari jalur Mranggen.

Jamaah yang sudah menerima ijazah Thariqah Syattariyah dari Mbah Sarimbit menyebar di berbagai daerah, mulai dari wilayah-wilayah sekitarnya di Kabupaten Pati hingga ke luar Jawa bahkan sampai keluar negeri. Saat ini Mbah Sarimbit menjabat sebagai Rois Am Tasawuf dan Syattariyah tingkat Asia.