Kiai Zakky Mubarak Jelaskan Tingkatan Zikir

Jakarta, JATMAN Online – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Dr. Zakky Mubarak menjelaskan tingkatan seseorang dalam berzikir.
Kiai Zakky menyampaikan bahwa zikir menurut pengertian bahasa, diambil dari kata “zakara-yazkuru-zikran” mengingat dan memusatkan perhatian kepada sesuatu. Secara terminologis, zikir dapat dikategorikan menjadi dua bagian.
"Pertama, pengertian secara umum, yaitu menyangkut segala bentuk peribadatan, seperti shalat, puasa, haji, membaca al-Qur’an, tasbih, tamjid, tahmid, dan selain dari itu yang termasuk dalam berbagai macam ibadah dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala," tulis Kiai Zakky dikutip JATMAN Online Selasa (16/1/2023) dalam akun facebook Zakky Mubarak Syamrakh.
Kategori yang kedua, kata Kiai Zakky, makna yang khusus, yaitu zikir (mengingat Allah) dengan lafaz-lafaz yang telah diperintahkan oleh-Nya, seperti membaca al-Qur’an, memahami asma-asma-Nya atau sifat-sifat-Nya yang luhur pada lisan seseorang atau dalam hatinya yang disyariatkan dalam kitab Allah subhanahu wa ta’ala.
"Termasuk dalam makna ini adalah lafaz-lafaz zikir yang dicontohkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam, seperti mengagungkan Allah dan mensucikan-Nya dari berbagai hal yang tidak layak bagi-Nya, serta mengesakan-Nya," jelasnya.
Dosen Senior Universitas Indonesia ini mengatakan zikir merupakan simbol ketakwaan, pelita penerangan untuk menuju pada jernihnya permulaan dari zikir tersebut dan menjaga kejernihan itu sampai puncaknya.
"Tidak ada suatu amal yang menyamai zikir, karena segala amal perbuatan itu menuju pada zikir tersebut. Karena itu, ia merupakan tujuan dari segala amal dan ibadah, sedangkan kelebihan serta keutamaannya sangat luas dan tidak terbatas," ucapnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al-Baqarah, 02:152).
Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) ini menerangkan bahwa tidak ada suatu kewajiban yang diperintahkan pada manusia, kecuali ada batas-batasnya. Apabila ia berhalangan, akan dimaafkan bila tidak dapat melakukannya. Sedangkan zikir, tidak ada batas dan halangan yang dapat diterima untuk tidak melakukannya, kecuali apabila akalnya tidak berfungsi lagi.
"Manusia yang senantiasa berzikir dalam segala hal dan keadaannya, serta memikirkan tentang berbagai persitiwa yang terjadi pada alam semesta, digolongkan sebagai orang-orang yang memiliki akal pikiran yang cerdas dan tergolong sebagai ulama dan ilmuwan," paparnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran, 03:190-191).
Kiai Zakky mengingatkan berzikir hendaknya dilakukan oleh setiap manusia muslim di manapun mereka berada dengan zikir sebanyak-banyaknya dan seikhlas mungkin, serta dibarengi dengan bertasbih.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzab, 33:41-42).
Kiai Zakky menjabarkan zikir memiliki tingkatan yang berbeda-beda, antara lain:
(1) berzikir hanya dengan lisan, tidak disertai dengan hati.
(2) berzikir dengan lisan dan hati, tetapi masih terganggu oleh berbagai kepentingan duniawi.
(3) berzikir dengan kesadaran yang sangat tinggi dengan rasa hadir dan khusyu’, hanya mengingat Allah serta melupakan segala sesuatu selain dari-Nya.
"Mungkin kita belum bisa memasuki tingkatan zikir yang paling tinggi, meskipun demikian, kita tetap melakukan zikir di tingkat manapun. Karena dengan berzikir, jauh lebih baik daripada tidak sama sekali," pungkasnya.