Implementasi Zuhud dalam Perilaku Sehari-hari

September 20, 2023 - 00:29
Implementasi Zuhud dalam Perilaku Sehari-hari

Zuhud adalah maqam yang paling dasar untuk menjadi seorang sufi. Syekh Imam Rifa’i mengatakan bahwa zuhud berpusat pada hati yang ridla untuk mencapai derajat yang tinggi. Dalam proses wushul, seseorang harus terbiasa melepas sesuatu yang dapat mengganggu konsentrasinya untuk bertaqarrub ilallah. Ia juga harus ridla dengan segala ketetapan yang digariskan oleh Allah Swt. dan hanya bergantung kepada-Nya. Jika seseorang yang ingin menempuh jalan sufi tidak bisa istiqamah menjalani zuhud, maka akan sulit baginya untuk naik pada posisi berikutnya.

Al Ghazali membagi zuhud menjadi tiga tingkatan:

– Tingkatan pertama adalah zuhud terendah yang dilakukan oleh pemula, yaitu seseorang yang hatinya masih cenderung kepada dunia namun nafsunya berpaling darinya dan ia berusaha untuk mencegah dari hal tersebut. Tingkatan ini disebut juga Mutazahhid

– Tingkatan kedua adalah zuhud dengan meninggalkan dunia karena menganggap dunia sebagai perkara yang hina, sebagai gantinya ia menuju sesuatu yang diinginkan yaitu balasan di akhirat

– Tingkatan ketiga adalah zuhud yang sempurna, yaitu disebabkan terpautnya jalan makrifat. Zuhud pada maqam ini tidak akan memandang kesenangan dan kesengsaraan. Ia hanya mencari yang disembah yaitu Allah Swt. Karena mencari selain Allah adalah syirik khafi.

Seseorang yang ingin menjalani zuhud, tentu tidak bisa langsung fokus hanya pada Allah Swt. Segala proses tersebut membutuhkan latihan yang konsisten. Untuk pemula, berusaha untuk jauh dari hal-hal yang dapat merusak nilai ibadahnya sudah sangat baik. Meskipun di hatinya masih ada rasa ingin ini dan itu. Setidaknya, ia sudah pada tahap pertama.

Ketika seseorang tersebut sudah istiqamah melepaskan diri dari ketergantungan terhadap dunia, namun ia berharap mendapat balasan dari usahanya nanti di akhirat, maka sesungguhnya ia sudah berada pada tahap kedua. Pada posisi ini, ia masih ada rasa perhitungan terhadap apa yang ia perbuat sehingga ia mengharapkan ganjaran lebih dari Allah Swt. Namun tingkatan ini lebih baik dari yang sebelumnya.

Pada tahap terakhirlah seseorang benar-benar membersihkan hatinya dari apapun dan juga tidak mengharapkan apapun. Karena yang menjadi tujuan hanya satu, yaitu Allah Swt. semata.

Kisah kezuhudan Ibrahim al-A’dzam dalam Ihya Ulumuddin dijelaskan, suatu ketika ada seorang lelaki yang menemuinya dengan membawa sepuluh ribu dirham. Kemudian Ibrahim menolaknya. Lelaki tersebut tersinggung karena pemberiannya ditolak. Lalu Ibrahim berkata kepadanya, “apakah kamu menginginkan namaku dihapus dari deretan nama orang fakir hanya karena pemberian sepuluh ribu dirham darimu? Sungguh, aku tidak akan melakukan itu selamanya.”

Dari hal ini Al Ghazali menyimpulkan bahwa hati manusia bisa terhijab Karena: 1). Bahagia dengan yang dimilikinya, 2). Menderita karena hilang sesuatu darinya, 3). Senang dipuji orang lain.

Syekh Ibrahim al Matbuli berkata, “sucikanlah hatimu dari cinta terhadap dunia, maka air keimanan akan mengalir dalam hatimu untuk membersihkan di dalamnya.  Dan siapa saja yang tidak membersihkan hatinya dengan cinta terhadap dunia, maka air keimanan tidak akan mengalir di dalamnya.”

Hati adalah unsur terpenting untuk mengubah sifat seseorang. Perasaan ridla, ikhlas, sabar, tawakal dan sifat-sifat yang menuntut kerja keras lebih berasal dari hati yang diliputi ketergantungan terhadap Allah Swt. Apabila yang ada di dalam hati adalah sifat tamak, sombong, dendam dan sifat-sifat syaithaniyah, maka dimana posisi Allah Swt.? Inilah pentingnya zuhud. Untuk melatih hati dari cinta duniawi.