Esensi Pembagian Tasawuf dalam Perspektif Al-Ghazali

Tasawuf merupakan kehidupan keruhanian Islam yang sangat diperlukan oleh setiap manusia agar menjadi hidup bahagia dunia dan akhirat. Hal itu dapat terjadi dengan cara yaitu mujahadatun nafs, menyingkap hijab panca indera, menjernihkan hati serta membersihkannya dari berbagai kotoran syahwat dan hawa nafsu, dan memutuskan keterikatan terhadap kebendaan yang merusak hubungan manusia dengan Tuhannya.

September 15, 2023 - 12:43
Esensi Pembagian Tasawuf dalam Perspektif Al-Ghazali

Tasawuf merupakan kehidupan keruhanian Islam yang sangat diperlukan oleh setiap manusia agar menjadi hidup bahagia dunia dan akhirat. Hal itu dapat terjadi dengan cara yaitu mujahadatun nafs, menyingkap hijab panca indera, menjernihkan hati serta membersihkannya dari berbagai kotoran syahwat dan hawa nafsu, dan memutuskan keterikatan terhadap kebendaan yang merusak hubungan manusia dengan Tuhannya.

Setelah semua itu, mulailah merenungkan hikmah penciptaan alam dan musyahadah kepada pencipta alam, sebuah musyahadah yang jalannya adalah fana dari pada diri kemanusiaan, serta tiangnya baqa dalam dzat Allah Swt, merasakan keesaan terhadap hakikat Ilahiyyah, dan merealisasikan makrifatullah secara yakin yang tidak ada keraguan sedikitpun.

Tasawuf terbagi ke dalam beberapa macam. Adapun secara hierarkis, praktek pengamalan tasawuf terbagi kedalam tiga hierarki (tingkatan) sebagai mana yang dijelaskan oleh Syekh Abdul Shamad al-Palimbani dalam Syirus Salikin Juz III, yaitu:

1. Tasawuf mubtadi (pemula).

2. Tasawuf mutawasith (pertengahan)

3. Tasawuf  muntahi (puncak).

Sementara dalam perspektif disiplin ilmu tasawuf terbagi tiga macam, yaitu;

1. Tasawuf akhlak; Tokoh-tokohnya, Imam Harist Al-Muhasibi, Iman Al-Junaid al-Baghdadi, Imam Al-Qusyairiy, Imam as-Sari as-Saqati dan Imam Al-Ghazali.

2. Tasawuf Falsafi; Tokoh-tokoh tasawuf ini adalah Imam Sahrawardi Al-Maqtul, Imam Ibnu Arabi, Imam Ibnu Sab’iin, Imam Abdul Karim Al-Jili dan lainnya.

3. Tasawuf Amali; Tokoh terbesar tasawuf itu adalah: Imam Abdul Qadir Al-Jaelani, Imam Ahmad Rifai, Imam Abu Hasan Asy-Syadzili, Imam Bahauddin Naqsyabandi dan lain sebagainya.

Sementara dalam pandangan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin Juz I, menjelaskan bahwa  ilmu tasawuf itu terbagi ke dalam dua bagian yaitu ilmu mukasyafah dan ilmu mu’amalah.

Ilmu mukasyafah adalah ilmu batin, puncaknya segala ilmu. Ulama Arifin mengatakan, “Barangsiapa yang tidak memiliki bagian dari ilmu ini, maka saya khawatirkan ia akan buruk kesudahannya (su’ul khatimah). Serendah-rendah dari pada ilmu ini adalah tashdiq (membenarkan) dan taslim (menyerahkan kepada ahlinya). Dan ialah ilmu shiddiqin dan muqarrabin. Yaitu cahaya yang zahir dalam hati ketika bersih dari sifat-sifat tercela dari cahaya tersebut tersingkaplah segala perkara yang gaib-gaib sehingga tercapailah makrifat yang hakiki mengenai Dzat Allah dan Sifat-sifat-Nya

Kedua, ilmu mu’amalah adalah ilmu tentang keadaan hati. Keadaan hati terbagi dua bagian; Pertama sifat Mahmudah (terpuji) seperti sabar, syukur, takut, harap, ridha, zuhud, takwa, qana’ah, dermawan, mengenal anugerah Allah dalam setiap keadaan, berbuat kebajikan, berprasangka baik, bagus akhlak, baik pergaulan, jujur dan ikhlas. Orang yang memiliki sifat ini juga dapat mengenal hakikat maqamat-maqamat, batas-batas dan sebab-sebabnya diusahakan, buahnya, tanda-tandanya dan mengobati sesuatu yang lemah dari padanya sehingga itu menjadi kuat, dan sesuatu yang hilang sehingga kembali adalah termasuk ilmu akhirat.

Kedua adalah sifat Mazmumah (tercela), seperti marah terhadap yang ditakdirkan, menipu, dendam, dengki, mencari popularitas, senang lama hidup dunia untuk senang-senang, sombong, riya, marah, kikir, ujub, keras kepala, bermusuhan, tamak, congkak, bangga dengan harta dan lain sebagainya

Dari penjelasan Imam Al-Ghazali diatas, maka tasawuf dapat diartikan dua makna:

1. Bermakna hakikat, yaitu cahaya-cahaya makrifat yang masuk ke dalam hati sehingga dapat menyingkapkan rahasia-rahasia gaib pada batin sehingga ia dapat Dzauq, Syuhud dan Fana terhadap tajalli Ilahiyyah perbuatan, asma, sifat dan Dzat Allah. Maka ini dinamakan ilmu mukasyafah.

2. Bermakna thariqat, yaitu mengenal keadaan hati baik sifat terpuji dan tercela dan perjalanan dan kemauan untuk dekat kepada Allah dengan syarat membersihkan hati dan ruh dari segala sesuatu selain Allah dan berjalan dengan mendaki maqamat-maqamat Irfaniyah, dalam bentuk mujahadah nafs, zikir, tawajjuh qalbi dan suluk. Maka ini dinamakan ilmu muamalah.

Baik kedua macam tasawuf ini wajib di bawah bimbingan seorang yang murrabi yang arif billah.