Amanat Ketua Umum dan Korwil Sulsel pada Harlah MATAN

Makassar, JATMAN.OR.ID: Pengurus Cabang Mahasiswa Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (MATAN) se-SULSEL secara serentak tanggal 14 Januari 2021 sukses mengadakan zikir dan doa, ziarah makam dan tabarrukan ke para masyaikh. Demikian pula PW MATAN SULSEL mengadakan seminar nasional di momen HARLAH MATAN ke-9 pada Ahad tanggal 17 Januari 2021 pukul 21.00 WITA.
Seminar nasional dilaksanakan untuk menepis asumsi bahwa tarekat itu untuk orang tua, jika masih muda jangan bertarekat dulu. Padahal pemuda adalah generasi intelektual yang berperan untuk masa depan mesti dibekali jiwanya dengan ruh ketarekahan. Maulana habib Luthfi bin Yahya berpesan,”Harus muncul intelektual ahli ushuluddin di MATAN. Ini amanah yang saya titip pada pundak kalian, pemuda MATAN,”. tutur Ketua PW. MATAN Sulawesi Selatan Dr. K.M. Mahmud Suyuti, M. Ag.
H. Anwar Abubakar, S.Ag., M.Pd., Ketua Korwil MATAN dalam sambutannya menegaskan di HARLAH ke-9, kader MATAN harus bisa lebih banyak mengambil peran dalam kehidupan berbangsa, beragama dan umat.
Ketua Umum (Plt.) MATAN Gus M. Hasan Chabibie, M.Si., menyampaikan kesyukurannya dengan seminar ini, sedikit mengobati kerinduan sahabat-sahabat lain yang tidak mampu bersua secara langsung.
Data yang dirilis hampir 300-an ulama telah berpulang kerahmatullah. Generasi muda yang ditinggalkan masih dianggap jauh dari segi ilmu, adab dan pengalaman. Oleh karena itu, sesuai dengan dawuh Abah Habib Lutfi, keberadaan MATAN untuk mampu memberikan kontribusi besar kedepan. Kader MATAN diharapkan agar semakin menempa diri, menjaga kualitas diri dan memperkuat energi ruhani.
Bercermin dari perjuangan Pangeran Diponegoro yang menjadi jangkar perlawanan melawan penjajah. Semangat tidak akan bisa timbul kalau tidak ada semangat batin, Pangeran Diponegoro adalah seorang ulama, mursyid tarekat dan pahlawan.
Penjajah mampu dibuat kewalahan dan mengalami kerugian besar melawan para ulama dan juga mursyid tarekat, hampir semua perubahan strategi ditempuh. Tantangan terbesar sebelum kemerdekaan adalah penjajah, maka hari ini tantangan kita berhadapan dengan teknologi informasi, data, hoaks, menipisnya cinta Tanah Air, politik pecah belah umat, lemahnya energi ruhani. Seorang kader menerjemahkan strategi terdahulu harus mampu ditransformasikan dengan khidupan sekarang. Tidak kalah penting adalah menyuntikan energi kasih saying yang pernah dilakukan oleh ulama-ulama tarekat.
Merefleksi banyaknya musibah yang menimpa saudara-saudara terjadi sekarang dari wafatnya para ulama, tragedi pesawat, gempa bumi, banjir dan musibah lainnya. Kita bersama-sama memperkuat zikir dan doa.[Hardianto]