Urgensi Akhlak yang Baik Kepada Sesama Manusia

September 20, 2023
Urgensi  Akhlak yang Baik Kepada Sesama Manusia

Akhlak merupakan pondasi seseorang bergaul dengan siapapun dan navigasi dalam membangun kehidupan yang sejahtera untuk mencapai kebahagiaan.

Akhlak kepada sesama manusia harus diwujudkan dengan cara-cara yang mulia seperti menampakkan wajah yang ceria, penuh kasih sayang, tenggang rasa dan sopan santun dalam menyerukan dakwah kepada orang yang baik maupun jahat tanpa menjilat dan mencari muka.

Ketika menyampaikan dakwah khususnya, Allah berulang kali menyinggung dalam ayat-ayat al-Quran seperti pada Surat Thaha ayat 44, yaitu ketika Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. mengajak Fir’aun untuk menyembah Allah Swt. Sekelas Fir’aun yang congkak dan sombong saja Allah perintahkan untuk didakwahkan dengan cara yang lemah lembut.

Dalam kisah lain pada Surat An-Nahl ayat 125, Allah juga memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk mengajak keluarganya seperti Abu Lahab dan Abu Jahal memeluk Islam dengan cara yang bijaksana. Dan itu benar dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. meskipun mereka semua kemudian menolak dan mencemoohnya.

Dari contoh di atas kita mempelajari bahwa akhlak yang baik itu tidak hanya ditampilkan kepada orang yang baik saja, tapi juga kepada orang jahat sekalipun. Kita tidak lebih utama dari Nabi Musa as., Nabi Harun as. dan Nabi Muhammad saw. Dan orang yang kita hadapi tidak lebih bengis dari Fira’un dan Abu Lahab. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak menampilkan sikap-sikap terpuji dalam menyampaikan dakwah.

Sayangnya, Akhlak itu tidak memiliki alat ukur yang bisa diketahui secara kuantitas dan kualitas karena sifatnya yang abstrak. Lain halnya dengan ibadah-ibadah yang bilangannya sudah ditentukan oleh Allah seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain.

Akhlak sendiri terdiri komponen-komponen yang mengikat sehingga membentuk satu frasa “Akhlak terpuji”, di mana di dalamnya terdiri dari sopan santun, perkataan yang baik, sabar, syukur, tidak sombong, jujur yang hanya bisa diketahui oleh dirinya dan Allah saja. Tidak bisa disebut memiliki akhlak yang baik jika hanya konsisten melakukan satu kebaikan saja tanpa melakukan kebaikan yang lain, contohnya seperti hanya bersikap lembut kepada teman tapi kasar kepada orang tua. Sehingga akhlak harus bersifat menyeluruh tanpa memandang siapa yang ada di hadapannya.

Nabi Muhammad saw. memposisikan akhlak sebagai tujuan utama dalam dakwahnya setelah tauhid. Di mana masyarakat Arab yang pada saat itu disebut sebagai masyarakat jahiliyah bukan karena kebodohannya. Melainkan karena kebobrokan akhlaknya setelah masa-masa kekosongan nabi. Sebuah kejanggalan jika masyarakat Arab dianggap sebagai masyarakat yang bodoh, karena pada masa itu, bangsa Arab sangat ahli dalam membuat syair, di mana sajak-sajak syair hanya bisa dipahami oleh orang-orang terpelajar dan merupakan tingkat bahasa yang paling tinggi. Untuk itulah, mukjizat Nabi Muhammad saw. berupa Al-Quran yang bahasanya mengandung majaz, isti’arah yang dapat mengalahkan gramatikal bahasa orang Arab kala itu.

Membentuk akhlak yang baik pada dasarnya tidak bisa instan. Itulah sebabnya pembiasaan-pembiasaan baik itu harus dimulai sejak dini dan dari lingkaran yang paling kecil.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani, memiliki akhlak dan pribadi yang mulia salah satunya karena tidak terlepas dari peran kakeknya, Syekh Abdullah Sum’i yang senantiasa merawatnya dengan kasih sayang dan mencurahkan padanya kata-kata yang bijaksana. Imam Malik, salah satu dari imam mazhab yang terkemuka menjadi amat alim dan berakhlak mulia karena ibunya lebih memprioritaskannya pada pendidikan akhlak dengan berpesan,

“Pergilah kepada Rabiah, pelajarilah adabnya terlebih dahulu sebelum ilmunya.”

Demikianlah pentingnya memiliki akhlak yang baik. Karena dengan akhlak, orang yang berilmu semakin ditinggikan derajatnya dan dengan akhlak pula orang yang bergelimang harta bisa jatuh seketika sebagaimana Qarun yang hancur oleh dirinya sendiri disebabkan akhlaknya yang buruk sebagai sosok yang pelit dan sombong.