Tiga Penyebar Agama Islam di Pantai Utara Lamongan

September 20, 2023 - 07:03
 0
Tiga Penyebar Agama Islam di Pantai Utara Lamongan

Jika melihat jejak Islamisasi oleh walisongo di Pulau Jawa, jalur pantai utara adalah lokasi yang paling banyak ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologi dan makam-makam para wali. Terhitung mulai dari makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Syeikh Maghribi di Batang, Syeikh Maulana Jumadil Kubro di Semarang, Sunan Kalijaga dan Raden Patah di Demak, Sunan Kudus dan Sunan Muria di Kudus, Sunan Bonang dan Syeikh Ibrahim Asmaraqandi di Tuban, Sunan Drajat dan Syeikh Maulana Ishak di Lamongan, Sunan Giri di Gresik hingga Sunan Ampel di Surabaya.

Terlepas dari seluruh nama-nama di atas, sebetulnya masih banyak lagi makam-makam wali yang belum disebutkan. Khususnya yang ada di sepanjang laut Jawa Kabupaten Lamongan. Selain makam Sunan Drajat dan Syeikh Maulana Ishak, adapula makam Sunan Sendang Duwur, Mbah Banjar serta Mbah Mayang Madu yang merupakan mertua Raden Qosim atau Sunan Drajat yang juga akan dijelaskan lebih detail dalam tulisan ini.

Mbah Mayang Madu adalah penguasa Jelag (pada saat itu masuk wilayah Majapahit) yang beragama Hindu. Pada suatu hari ada pendakwah dari Wilayah Banjar berkeinginan untuk mengunjungi Sunan Ampel. Setibanya laut Paciran, tiba-tiba perahu yang ditumpanginya karam dan ia nyaris tenggelam. Berungtunglah ia ditolong oleh ikan talang yang mengantarnya sampai tepi pantai. Di sana ia ditolong oleh Mbah Mayang Madu dan diperkenalkan tinggal di desanya. Karena berasal dari wilayah Banjar, maka dikemudian hari ia dikenal masyarakat dengan sebutan Mbah Banjar.

Mbah Banjar adalah pendakwah yang gigih menyebarkan Islam. Atas konsistensinya itu, Mbah Mayang Madu tertarik kepada ajaran yang dibawa dan kemudian masuk Islam. Keduanya sama-sama berdakwah ke masyarakat dengan mendirikan madrasah. Lambat laun pengikutnya mulai banyak sehingga mereka kewalahan untuk menanganinya dan membutuhkan tenaga pendidik lagi. Mbah Mayang Madu kemudian meminta Sunan Ampel untuk mengirimkan ulama dan membantunya berdakwah. Maka dikirimlah puteranya sendiri yaitu Raden Qosim ke Desa Jelag yang selanjutnya diangkat menjadi menantu Mbah Mayang Madu.

Diantara dakwah yang dilakukan oleh Mbah Mayang Madu, Mbah Banjar dan Sunan Drajat adalah memainkan alat musik gending untuk menarik masyarakat. Namun ketika musik gending dihentikan dan berlanjut dengan pengajian, masyarakat membubarkan dirinya. Begitulah yang terjadi berulang-ulang sehingga Raden Qosim nyaris kehabisan akal. Selanjutnya untuk mengantisipasi kegagalan yang terus-menerus, Raden Qosim kemudian berdoa kepada Allah agar senantiasa mengangkat derajat siapa saja yang mengikuti setiap pengajian yang diadakan. Allah mengabulkan doanya dan menggerakkan hati masyarakat untuk hadir dan menyatakan Islam. Sejak saat itulah kemudian Raden Qosim dikenal pula sebagai Sunan Drajat.

Jika dilihat dari jarak tempuhnya, letak makam ketiganya tidak jauh satu sama lain. Mbah Mayang Madu dimakamkan persis di belakang masjid Jelag, Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Kemudian menyeberangi Jalan Raya Deandels di sisi utara ada makam Mbah Banjar yang terletak di Desa Banjaranyar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Adapun makam Sunan Drajat berada di arah selatan dari Jalan Raya Deandels, tepatnya Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Untuk mengenang jasa-jasa ketiga pendakwah tersebut, diperingatilah haul Mbah Mayang Madu, Mbah Banjar dan Sunan Drajat setiap akhir Bulan Sya’ban.

Cerita ini berdasarkan keterangan Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan.