Peran Uzlah dan Tafakur dalam Tasawuf untuk Menghadapi Pengaruh Hoaks
Dalam menghadapi segala persoalan fenomena-fenomena sosial di era modern sekarang ini memang unik. Segala bentuk aktivitas yang terjadi dalam masyarakat dapat membawa suatu dampak problematika yang beragam. Ada dampak positif yaitu kebaikan-kebaikan bersama dan dampak negatif yaitu segala perbuatan maksiat. Baik itu maksiat dalam arti fisik (zahir) seperti pembunuhan, perzinaan, pencurian, dan lainnya maupun maksiat non fisik (batin) seperti, ujub, sombong, cinta dunia, dengki, riya dan lain sebagainya.

Dalam menghadapi segala persoalan fenomena-fenomena sosial di era modern sekarang ini memang unik. Segala bentuk aktivitas yang terjadi dalam masyarakat dapat membawa suatu dampak problematika yang beragam. Ada dampak positif yaitu kebaikan-kebaikan bersama dan dampak negatif yaitu segala perbuatan maksiat. Baik itu maksiat dalam arti fisik (zahir) seperti pembunuhan, perzinaan, pencurian, dan lainnya maupun maksiat non fisik (batin) seperti, ujub, sombong, cinta dunia, dengki, riya dan lain sebagainya.
Selain itu, pengaruh negatif juga bisa terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi . Hal ini dapat dilihat dengan timbulnya hoaks (informasi bohong yang disampaikan lewat media komunikasi). Hoaks ini kebanyakan terjadi lewat media massa, internet, website, facebook, YouTube dan jejaringan sosial lainnya. Yang mana hoaks ini dapat mempengaruhi pola pikir manusia. Kebanyakan berita hoaks ini menyampaikan informasi-informasi bohong yang dapat menimbulkan ujaran kebencian, fitnah, terhadap satu kelompok ke kelompok lain, baik di bidang politik, sosial, pendidikan dan agama. Bahkan di dalam Islam sendiri pun hoaks ini memainkan perannya untuk mengadu domba antara satu pemikiran atau mazhab dibenturkan dengan pemikiran mazhab yang berbeda.
Di bidang fikih dan tasawauf, hoaks mengambil kesempatan untuk memberikan fitnah-fitnah terhadap ajaran tasawuf terutama tasawuf wujudi Syekh Ibnu Arabi dengan tudingan sesat, syiah bahkan memvonis kafir.
Untuk menyikapi persolalan ini, kajian tasawuf sangat penting untuk mengadapi tantangan dari hoaks ini. Apabila terjadi fitnah-memfitnah di dalam masyarakat maka seseorang dianjurkan untuk mengasingkan diri dalam istilah tasawuf disebut uzlah guna untuk membersihkan pikiran dan hati dari pengaruh hoaks. Hoaks ini dapat dikatakan sebagai bentuk fitnah modern.
Uzlah adalah menjauhkan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang yang menurut kaca mata syariat dan akhlak tidak baik bergaul dengan mereka. Dalam hal ini, termasuk pula media massa dan jejaringan sosial. Dengan uzlah hati dan otak kita dapat berpikir pada segala sesuatu yang bermanfaat demi untuk kebahagiaan kita dunia dan akhirat.
Syekh Ibnu Athaillah Al-Sakandari telah merumuskan kalamnya di dalam Al-Hikam,
مانفح القلب شيء مثل عزلة يدخل بها ميدان فكرة
“Tiada sesuatu hal yang sangat berguna bagi hamba kecuali dengan uzlah, di mana dengannya hamba Allah akan masuk ke medan tafakur.”
Seseorang tidak akan memahami uzlah dan tafakur yang benar melainkan dengan mempelajari ilmu tasawuf. Bagi Seorang murid yaitu orang berkemauan kepada ibadah dan amal kebaikan dan seorang salik, yaitu orang yang menelusuri jalan makrifat kepada Allah, apabila dia bercampur dengan orang dan terpengaruh berbagai informasi media yang jelek, maka pandangannya akan sibuk tertuju pada sesuatu yang terlihat, dan hatinya akan selalu berpikir atau menghayati apa yang dilihatnya. Dan apabila ia mengasingkan dari yang demikian itu, maka keadaan akan berbalik dan hatinya dapat beranjak naik untuk berpikir ke hal positif.
Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda,
تفكر ساعة خير من عبادة سبعين سنة
“Bertafakur sesaat lebih baik dari pada ibadah tujuh puluh tahun.”
Tafakur adalah menghayati ciptaan Allah. Pada suatu kesempataan Abu Darda ditanya tentang amal ibadah yang paling baik maka ia menjawab, “Amal ibadah yang paling baik adalah tafakur.”
Adapun tafakur dapat mengantarkan pelakunya pada beberapa hal:
- Dapat mengenal hakikat segala perkara,
- Dapat mengagungkan Allah Swt,
- Dapat mengagungkan segala perkara yang diridlai Allah, lalu ia melakukannya, dan dapat merendahkan setiap perkara yang tidak disukai Allah lalu dia menjauhinya.
- Dapat melihat bahaya hawa, syahwat, dan nafsu yang tersembunyi, melihat tipu daya syaitan, menyadari bahaya negatif tipuan dunia, serta mengetahui solusi problem solving upaya menjahu dari semua bahaya tersebut.
- Dapat selamat dari bahaya yang timbul sebab bercampur dengan orang-orang yang terkena bahaya itu.
Dan dengan uzlah (mengasingkan diri dari banyak orang), dia akan mendapatkan pelajaran ber-khalwat (menyendiri). Berkhalwat ini salah satu rukun di antara empat macam rukun Thariqah As-Shufiyah yang wajib dilakukan sebagai murid dan salikin, dalam menelurusi jalan makrifat kepada Allah, tiga rukun tersebut adalah:
- Shumt (diam tidak banyak bicara)
- Ju’u (terus menerus dalam keadaan lapar)
- Sahr (selalu bangun tengah malam)
Imam Abul Qasim Al-Qusyairi menjelaskan,
العزلة في الحقيقة اعتزال الخصال المذمومة، فالتاثير لتبديل الصفات لا للتنائي عن الأوطان، ولهذا قيل: من العارف؟ قالوا : كائن يعنى كاين مح الخلق، بائن عنهم بالسر
“Sesungguhnya uzlah adalah menjauhi sifat-sifat keburukan, mengubah sifat buruk itu, bukannya menjauhkan diri lewat jarak tempat. Itulah sebabnya mengapa lahir pertanyaan, ‘Siapakah orang Arif Billah itu?’ Mereka menjawab, ‘Orang-orang ada secara jelas bersama makhkuk, namun jauh dari mereka segala sirri (rahasianya).”
Di samping itu, Abuya. Prof. Dr, Tgk Muhibbudin Waly al-Khaldiy juga menjelaskan bahwa uzlah terbagi menjadi dua macam:
- Uzlah dengan hati dan diri, yakni menjauhkan hati kita dan diri kita kepada segala makhluk, yaitu dari manusia. Seperti uzlah Rasulullah saw. di Gua Hira dan uzlah As-Habul Khafi.
- Uzlah dengan hati saja, yaitu uzlah dengan hati yang bergaul dengan Allah tetapi tubuhnya dalam masyarakat. Uzlah tingkatan ini adalah uzlah orang yang dapat menyelamatkan imannya dan agamanya, meskipun bergaul dengan siapa saja.
Maka dalam proses uzlah wajib di bawah bimbingan seorang mursyid arif billah (guru spiritual). Ia harus ber-rabithah dan ber-shubhah dengan guru ruhani dan bercampur dengan teman-teman yang membantunya menelusuri jalan makrifat kepada Allah. Maka dengan berada di bawah asuhan guru spiritual tersebut maka seorang mendapatkan tarbiyah ruhani (spiritual education) dalam bentuk latihan spiritual tergantung dari jenis tarekat ia tekuni.
Latihan-latihan ruhani dapat ber bentuk suluk dalam Tarekat Naqsyabandiyah, atau mengamalkan hizib-hizib dalam Tarekat Syadziliah atau bentuk-bentuk zikir dan wirid-wirid lannya tergantung aturan tarekat tertentu. Sehingga seorang hamba akan memperoleh cahaya makrifat hingga hatinya akan bersih dari segala sesuatu selain Allah. Maka apabila hatinya telah wushul kepada Allah, segala bentuk problemtika sosial khususnya berita-berita hoaks, maka ia tidak hiraukan dalam secuil pun. Karena ia menyadari semua itu merupakan tipuan dunia dan hawa nafsu sebagai bentuk tabir kegelapan (hijab Dzulmani) yang menghalanginya untuk berjalan menuju Allah. Hatinya telah bersama Allah sehingga apa-apa saja yang datang dari berita hoaks itu tidak mempengaruhi hati dan pikirannya.
Penulis: Budi Handoyo (Dosen Prodi Hukum Tata Negara Islam Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN Teungku Diruendeng Meulaboh-Kabupaten Aceh Barat)
Editor: Khoirum Millatin