Misteri Wali Allah

Dalam kitab Lathaiful Minam, Ibnu Athaillah Al-Sakandari menerangkan Jika kautahu bahwa dakwa kepada Allah bersifat langgeng, Ketauhilah bahwa cahaya yang dhahir pada para wali Allah terbit dari cahaya matahari kenabian. Haqiqatul Muhammadiyah ibarat matahari, sementara para wali Allah ibarat bulan. Bulan bersinar karena ia memantulkan cahaya matahari yang bersinar dihadapannya. Apabila matahari bersinar di siang hari, bulan bersinar di malam hari karena ia memiliki cahaya matahari. Dengan demikian cahaya matahari kenabian tidak akan pernah lenyap.
Dari sini engkau bisa memahami bahwa cahaya para wali Allah akan abadi selaras dengan keberadaan cahaya Rasullallah Shalallahu Alayhi Wasallam pada diri mereka. Para Wali Allah merupakan ayat-ayat Allah yang dibacakan kepada hamba-hambaNya dengan cara menampakkan mereka satu persatu. Allah Ta'ala berfirman, "Itulah ayat-ayat Allah yang kami bacakan kepadamu dengan Al-Haq." (Qs. Al-Jatsiyah: 6).
Aku mendengar guru kami, Syekh Abul Abbas Al-Mursi menjelaskan firman Allah, "Kami tidak membatalkan atau melupakan satu ayatpun, kecuali kami menggantikannya dengan lebih baik atau yang semisal nya." (QS. Al-Baqarah: 106). Bahwa dalam tafsir isyari ayat ini bermakna: Kami tidak melenyapkan seorang Wali Allah, kecuali kami ganti dengan yang lebih baik atau semisal nya.
Dalam kitab Kasyf al-Mahjub disebutkan: Sesungguhnya Allah mengekalkan tonggak kenabian (burhan an-nubuwwah) hingga akhir zaman. Alternatifnya, Dia menjadikan para Wali-Nya sebagai media representasinya, sehingga ayat-ayat al-Hagg dan argumentasi kebenaran Muhammad Saw. senantiasa eksis. Demi fungsi demikian, Allah menjadikan para Wali ini sebagai Wullah al-'Awalim (pengampu segala kosmos). Mereka tulus berbakti kepada-Nya dalam menempuh jalan perang melawan nafsu diri. Hujan turun berkat barakah kaki mereka. Tumbuh-tumbuhan tumbuh karena kesucian ahwal mereka. Dan kemenangan kaum beriman atas kaum pengingkar juga berkat barakah cita-cita mereka.
Dalam kitab Nafahatul Uns Min Hadtat Al-Qudsy, Syekh Abdurrahman al-Jami menjelaskan, Ada 4 ribuan jumlah wali maktum (wali yang tersembunyi dan atau menyembunyikan identitas kewaliannya penj.). Mereka tidak saling mengenal satu sama lain, dan tidak juga mengetahui keindahan status (bal) masing-masing. Namun dalam segala kondisi (ahwal), kewalian mereka merupakan misteri yang tersembunyi dari khalayak manusia, bahkan dari diri mereka sendiri. Ada sebuah hadis yang mengindi- kasikan makna ini." Dan ucapan para Masyayikh pun menguatkan fakta ini. Segala puji bagi Allah, penulis terbebas dari segala kebimbangan, sehingga fakta-fakta itu terlihat nyata di hadapan penulis.
Adapun jumlah Ahl al-Hall wa al-'Agd mencapai 300 orang, yang kesemuanya digelari al-Akhyar (Kaum Pilihan). Ada lagi 40 orang yang digelari al-Abdal (kaum Pengganti), 7 orang digelari al-Abrar (Kaum Baikbudi), 4 orang digelari al-Awtad, 3 orang digelari an-Nuqaba', dan 1 orang adalah Qutb al-Aqtab, atau yang biasa disebut al-Gaws.
Beda dengan wali maktum, sosok-sosok pemilik kewalian ini saling mengetahui ahwal (status kewalian) satu sama lain, dan mereka juga saling membutuhkan rekomendasi/izin dari masing-masing. Dan ada banyak hadis yang menyatakan demikian, 12 begitu juga kalangan pen- tahqiq secara konsensus mengakui kesahihan hal ini.
Dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyyah¹³ tepatnya pada pasal satu dan dua, bab 198, bagian tokoh-tokoh (Kitab ar-Rijal)-Ibn al-'Arabi menyebutkan 7 sosok Abdal. Tulisnya, sesungguhnya Allah membagi bumi atas 7 wilayah dan memilih 7 sosok hamba, setiap orang diserahi 1 wilayah untuk menjaganya. Namun Asy-Syaykh al-Akbar mengatakan: "Aku hanya mengetahui satu orang saja sosok seperti mereka, di Quniyah, yaitu Jalal ad-Din ar-Rumi."
Syaykh at-Tariqah, Syaikh Farid ad-Din al-'Attar, semoga Allah mensucikan ruhnya, mengatakan: Ada sebuah komunitas Wali Allah yang disebut sebagai Masyayikh al-Uwaysiyyah. Mereka secara formal tidak membutuhkan (arahan) seorang Syaikh, sebab Nabi Saw sendirilah yang membimbing mereka secara langsung, tanpa perantara guru, melalui media mimpi, sebagaimana kasus Uways al-Qarni.15 Ini adalah maqam agung. "Itu adalah kemurahan Allah yang diberikan-Nya pada orang yang dikehendaki-Nya." Dan mengikuti laku Rasul di atas, beberapa Wali Sempurna membimbing beberapa murid setelah kematian mereka dengan spiritualitas mereka. Uways tidak memiliki guru secara formal. Dan komunitas wali demikian dikenal juga sebagai al-Uwaysiyyah.
Dan memang pada permulaan iradah (hasrat-Sufistik) mereka, kebanyakan para mahaguru Sufi mengalami maqam ini. Syaikh Abu al- Qasim al-Jurjani at-Tusi, semoga Allah mensucikan ruhnya, misalnya. Silsilah besar Abu al-Janab Syaikh Najm ad-Din terhubung 3 perantara dengan Abu al-Qasim. Begitu juga Syaikh Abu al-Hasan al-Kharqani dan Syaikh Abu Said Ibn Abi al-Khayr. Pada permulaan hal, kedunya senantiasa berzikir menyebut: "Uways! Uways!"
Syekh Ibnu Arabi dalam kitab Tajalliyat al-Ilahiyyah, menerangkan:
الولاية هو الفلك الاقصى من سبح فيه اطلح ومن اطلح علم ومن علم تحول في صورة ما علم فذلك الولي المجهول الذي لايعرف والنكرة التي لا تتعرف لا تتقيك بصورة ولا تعرف له سريرة يلبس حالة لبو سها أما نعيمها وأما بؤسها.
Alam para wali Allah adalah Al-Falak Al-Aqsa (cakrawala Keagungan) yg memiliki ragam maqam Ruhiyah yg diumumpakan seperti Planet2, malaikat, anbiyah, Sidratul Muntaha, Kursy, Arasy, beserta segala kegaiban alam.
Apabila jiwa terbang mengarungi Al-Falak al-Aqsa maka ia akan menyaksikan hakikat diri didalam bathin nya maka setelah itu dia akan alim atau arifin. Apabila telah alim hamba tersebut akan berubah rasam dirinya maka ia akan mengetahui hakikat Ilahiyyah.
Mereka lah para wali Allah yg sangat susah untuk diketahui apabila di dikaji lewat akal semata. Itulah wali Allah yg tidak bisa dikenal dan tidak ada tanda-tanda untuk dikenal, tidak terikat dengan bentuk fisik dan pakaian nya, serta tidak dapat diketahui sifat2 bathinnya, para wali memakai pakaian di setiap keadaan baik senang maupun susah. Karena ia selalu berkekalan ruh nya hudhur kepada Allah Ta'ala.