Konsep Cermin Tuhan dalam Perspektif Tasawuf Falsafi

Dalam perspektif ilmu tasawuf terbagi tiga macam: tasawuf akhlak, tasawuf amali, dan tasawuf falsafi yang ketiganya masing-masing mempunyai terminolog tersendiri. Istilah dalan tasawuf akhlak kita mengenal taubat, takwa, istiqamah, ikhlas, sabar, taslim dan segala sifat-sifat akhlak terpuji. Dan ujub, sombong, dengki, riya, dan segala sifat-sifat akhlak tercela yang semuanya masuk kedalam tasawuf kajian syariat.
Dalam tasawuf amali kita mengenal istilah zikir, muraqabah, tarbiyah ruhani, suluk, rabitha dan lain sebagainya yang semua tasawuf kajian praktek disebut tarekat.
Dan tasawuf falsafi tak ketinggalan dikenal istilah fana, baqa, tajalli, Wahdatul al-Wujud, qaba qausain, al-Insan al-Kamil, maratibul wujud, Mi'ratul Haq dan lain sebagainya merupakan kajian tasawuf dalam hakikat.
Konsep Mi'ratul Haq (cermin al-Haq) atau cermin Tuhan. Bagi orang-orang awam termasuk ulama syariat istilah istilah ini terasah aneh, bahkan bisa bertentangan dengan aqidah apabila dipahami melalui perspektif tauhid kalam atau persepsi akal.
Akan tetapi dalam tasawuf falsafi memilik metode kajian tersendiri yang disebut kajian Irfan.
Pada umumnya kita menyebutkab kata-kata cermin hanyalah dalam arti pinjaman. Untuk mengetahui keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa bagaimana rupa bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu, lidah, gigi dan mulut hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita mempergunakan cermin. Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan (madhar), bukan keadaan sebenarnya. Tiap-tiap yang bernama "bayangan" tidak mungkin dapat dipegang. Kalau kita pegang kita hanya menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.
Dalam kajian irfan sufi Alam adalah cermin Tuhan (Mi'ratul Haq) karena diri atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah swt. Tidak bisa dilihat oleh mata bashar (mata kepala). Yang dapat dilihat dengan mata kepala hanyalah alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam alam. Oleh karena Syekh Syamsuddin Asy-Syumatrani dalam memahami cermin Tuhan, dalam salah satu karyanya Jauhar haqa'id mengatakan;
فاعلم، أن الحق سبحانه وتعالي لما أراد إظهار مقتضي( كنت كنزا مخفيا فأحببت أن أعرف فخلقت الخلق لأغرف فبي عرفوني )، فظهر جماله في مراة الأسماء والصفات، إجمالا، فشاهده بمقتضى ينظر كل ساعة بنظر الجمال إلى وجه الجمال، فلا بد كبرياء عزته التي عبرت عن أحديته وعشق به، وعن ذلك العشق لم يزل إظهار عين جامعه. وهي عبارة عن الحقيقة المحمدية واحدية الحمع وباطنه باسم الله، وهو عبارة عن إسم الذات، وهي أصل جميع التعينات الإلهية والكيانية.
الكتاب: جوهر الحقائق
Ketahuilah bahwa Al-Haq, ketika hendak menjelaskan penerapan sabda-Nya; "Aku adalah khazanah tersembunyi (kanzan makhfiyyan) lalu Aku ingin dikenal, dan Kuciptakan makhluk (Al-Khalq) agar Aku dikenal. Oleh karena itu, bersama-Ku lah mereka mengenal Aku." Maka dhahirlah Keelokan-Nya (Al-Jamal) di dalam cermin (mi'ratul) asma-asma dan sifat-sifat penyingkapan-Nya secara global (ijmal). Dalil penguatnya ialah ungkapan: "Setiap saat Dia memandang dengan pandangan Keindahan kepada Wajah Keindahan (Al-Jamal).
Oleh karena itu, keagungan dari Kemuliaan-Nya (kibriya izzatihi) yang di ibaratkan dengan Ahadiyah semestinya secara asyuq (intens) mencintai makhluk yang diciptakan itu (asyiqa bihi). Dan dari cinta itu tampaklah ententias universal yang mencakup (ain jami). Etentias universal inilah yang menggambarkan Haqiqatul Muhammadiyah yang memiliki ketunggalan unik serba mencakup (Wahidiyah al-Jami). Batin entitas universal adalah lafal Bismillah, yaitu ungkapan tentang nama Dzat ( ism al-dzat). Inilah sumber semua penurunan citra-citra Ilahiyyah dan kesemestaan ( al-ta'ayunat al-Ilahiyyah wa al-kiyaniyah). [ Kitab Jauhar Al-Haqa'id, Maktabah Jamahiryah Al-Wataniyah, hal 48-49 ]
Allah pada tingkatan kanzan makhfiyah (gudang tersembunyi) masih bersifat mujaradad atau ghaib mutlaq yang disebut martabat Ahadiyah. Kemudian Dia Menyaksikan Dzat-Nya dengan nama dan sifat-sifat-Nya ini disebut martabat Wahdah atau Haqiqatul Muhammadiyah. Kemudian Allah menyaksikan nama dan sifat-Nya pada potensi Alam semesta yang sebut martabat Wahidiyah.
Maka Haqiqatul Muhammadiyah tidak lain cerminan Tuhan dari pada kumpulan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang global (ijmal) belum dhahir. Apabila telah Dhahir dikatakan alam. Alam ini pendhahiran tajalli sifat dan nama Allah, dimisalkan cermin Tuhan untuk setidak-tidaknya dapat melihat dapat melihat " bayangan Tuhan di dalam cermin " namun apa yang terpampang di dalam cermin bukanlah dia Tuhan yang kita cari. Maha sucilah Tuhan daripada mempunyai bayangan.
Menurut ungkapan kalangan Sufi Alam ini adalah dua macam. Pertama Alam Kabir dan kedua Alam Shaghir. Alam kabir atau Alam besar ialah Alam semesta, sedangkan alam shaghir atau Alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.
Kalangan Ahli filsafat meng istilahkan Mikro kosmos (alam kecil) dan makro kosmos (alam besar).
Alam kecil adalah sebagai bayangan alam besar karena hampir seluruh macam dan jenis alam besar terlambat dan terbayang pada diri manusia. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai Al-Insan Al-Kamil (manusia sempurna).
Dikatakan al-Insan al-Kamil diri manusia adalah khalifah-Nya di muka bumi, yang menurut arti bahasa adalah " gantian-Nya " di muka bumi. Tetapi haruslah diingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka bumi.
من عرف نفسه فقد عرف ربه
Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya.
Kalimat ini sangat masyhur dikalangan Sufi. Hadits Rasullallah ini sebagai patokan dasar masalah makrifat kepada Allah Swt.
Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkaian Insan- Alam-Tuhan.
Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan cerminan nama dan sifat Tuhan, dan nama dan sifat Tuhan itu sendiri cermin dan bayangan Dzat Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah maujud (diadakan) sedangkan Allah Dzat Wajibul Wujud.
Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat adanya. Adanya Insan dan alam adalah fana di dalam lautan Wujudullah. Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar "majaz" semata. Wujud yang haq adalah Wujud Allah. Akhirnya kita dapat menerima kata alam adalah Mi'ratul Haq (cerminan Tuhan).
Penulis merupakan Anggota Pengurus Rumah Moderasi Beragama [RMB] STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.