Haul Ke-52 Kiai Wahab Chasbullah, Wapres Sebut Sebagai Penggerak Perubahan dan Pencetus Solusi Kebangsaan

Jakarta, JATMAN Online – Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menyebut K.H. Abdul Wahab Chasbullah atau Mbah Wahab salah satu pendiri organisasi NU (Nahdlatul Ulama) ini sebagai ahli penggerak perubahan dan pencetus solusi kebangsaan.
Atas berbagai kiprahnya dalam pengembangan ajaran Islam di tanah air sekaligus dalam perjuangannya membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan.
“Saya melihat Mbah Wahab itu sebagai seorang yang faqihun, muharriqun, munafzimun, mutawarri’un, artinya beliau itu seorang faqih, seseorang yang mengerti hukum Islam, bukan hanya masalah- masalah ibadah, tetapi juga menyelesaikan persoalan bangsa dan negara,” katanya.
Hal tersebut disampaikan Wapres saat menghadiri acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Haul ke-52 K.H. Abdul Wahab Chasbullah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (15/10/2023).
Hal ini, lanjut Wapres, salah satunya dibuktikan saat terjadi kemelut di era awal kemerdekaan, dimana saat itu Bung Karno dipersoalkan keabsahannya sebagai Presiden oleh banyak pihak, karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi Mbah Wahab dengan para ulama berdiri tegak dengan keyakinan bahwa Bung Karno adalah Presiden Republik Indonesia yang sah.
“Kalau Presiden tidak sah, Menteri Agama tidak sah, kalau Menteri Agama tidak sah maka Kepala KUA tidak sah, kalau Kepala KUA tidak sah maka ketika menikahkan pasangan suami-istri tidak sah, yang berarti mereka akan melahirkan anak di luar nikah semua,” terang Wapres.
Oleh karena itu, sambungnya, Mbah Wahab dan para ulama sepakat bahwa Bung Karno harus sah sebagai presiden. Meskipun tidak dipilih langsung oleh rakyat, Bung Karno secara fiqih dianggap memiliki syarat untuk menjadi Presiden karena memegang kekuasaan dalam keadaan darurat.
“Maka ditetapkanlah Bung Karno sebagai Presiden yang sah karena beliau adalah waliyul amri dhoruri bissyaukah (pemimpin dalam keadaan darurat),” tegas Wapres.
Wapres menjelaskan, hal inilah yang mengokohkan Mbah Wahab sebagai pencetus solusi kebangsaan dan kenegaraan. Karena kedalaman ilmu fiqihnya, sehingga ia dapat mengubah dalil keagamaan menjadi solusi masalah kebangsaan.
“Kalau beliau bukan ahli fiqih, tentu tidak bisa memutuskan hal itu,” ujarnya.
Selain itu, Wapres menuturkan bahwa Mbah Wahab selain pencetus solusi kebangsaan, ia juga merupakan seorang penggerak. Saat itu, menurutnya, Mbah Wahab berani membuat forum diskusi yang bernama Taswirul Afkar.
“Beliau itu ulama muda yang memiliki kreativitas tinggi sekali, sehingga melahirkan Nahdlatul Wathan, seseorang yang menggerakkan kebangkitan tanah air,” ungkapnya.
Gerakan ini, sambung Wapres, menjadi cikal bakal munculnya gerakan nasional yang di dalamnya terdapat prinsip “hubbul wathan minal iman” atau cinta tanah air adalah bagian dari iman. Prinsip ini oleh Mbah Wahab diwujudkan dalam gubahan lagu “Ya Lal Wathan”.
Bahkan hingga saat sekarang, menurutnya, hubbul wathan dalam hal ini menjaga tanah air telah menjadi bagian dari prinsip besar dalam menjalankan syariah (maqashid syariah). Karena dengan menjaga tanah air, maka secara otomatis maqashid syariah yang lain seperti menjaga agama, kehidupan, harta, keturunan, keamanan, dan lingkungan akan dapat diwujudkan.
“Tanpa kedamaian, dunia ini tidak akan tenang. Tidak akan terjadi ketentraman. Seperti sekarang kita lihat masih ada perang Ukraina - Rusia yang berdampak luar biasa secara global, seperti; krisis pangan dan energi, termasuk yang terakhir terjadi perang Israel- Palestina,” ujarnya.
Kemudian, selain menjadi penggerak perjuangan, Wapres menyebutkan bahwa Mbah Wahab juga termasuk penggerak bangkitnya para pengusaha (nahdlatul tujjar), terutama pengusaha yang bergerak sesuai prinsip syariah.
“Beliau menggerakkan pengusaha-pengusaha, karena memang peran pengusaha itu penting. Negara tidak cukup mampu untuk melakukan pembangunan, maka harus ada peran pengusaha,” tuturnya.
Terakhir, pada kesempatan ini Wapres menceritakan kiprah besar Mbah Wahab bersama K.H. Hasyim Asy’ari dalam menggerakkan para ulama melalui pendirian Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi revolusioner yang melakukan perbaikan- perbaikan dalam berbagai bidang.
“Yang diperbaiki tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga kemasyarakatan termasuk ekonomi, pendidikan, budaya, termasuk politik,” pungkasnya.