Habib Puang Makka: Pahami Islam Secara Kaffah

September 20, 2023 - 18:08
 0
Habib Puang Makka: Pahami Islam Secara Kaffah

Dalam al-Quran dijelaskan, masuk Islamlah kamu secara kaffah. Lalu, apa itu kaffah? Ada tiga unsur fundamen dinul haqq, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Kita perlu mengetahui Islam dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Fiqh. Kita perlu mengetahui iman dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Kalam dan kita perlu mengetahui ihsan dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Tasawuf. Inilah tiga kekuatan yang harus didoktrinkan kepada kita yang mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang kita nikmati manisnya sekarang.

Halawatul (manisnya) Islam, Halawatul (manisnya) Iman, Halawatul (manisnya) Ihsan itu dapat dirasakannya Islam dengan baik, dapat dinikmatinya Iman dan Ihsan itu dengan baik oleh jiwa kita, dan itulah wilayah thariqah.

Jadi wilayah thariqah itu adalah wilayah rasa. Berbicara rasa kedudukannya qalbu (hati). Kalau wilayah fiqih kedudukannya di akal. Thariqah kedudukannya di hati, dirasakan, bukan dipikirkan. Tetapi dua kekuatan ini, yaitu kekuatan pikiran di satu sisi dan kekuatan qalbu di sisi yang lain, itulah yang dinamakan dengan ibadah.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad saw. bersabda,

ان تعبد الله كانك تراه فان لم تراه فانه يراك

“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah Engkau melihatNya (Allah). Jika pun belum bisa melihatNya, maka yakinlah bahwa Ia (Allah) melihatmu”

Hadis di atas adalah dalil ihsan. Adapun lafaz An Ta’budallah itu bermakna umum. Semua penyembahan kepada Allah, termasuk shalat, puasa, haji, zakat, syahadatain sewaktu tahiyat, dan apapun yang merupakan ibadah mahdhah, kita pasti berhadap-hadapan pada suasana tersebut.

Kekhusyukan hati itu bukan hanya waktu shalat. Sewaktu mengeluarkan zakat, maka khusyukkan hatimu. Sewaktu menunaikan puasa, maka khusyukkan hatimu. Sebab itu adalah satu rangkaian penyembahan. Karena selama ini kita sering salah paham jika yang perlu khusuk itu hanya shalat.

Begitu juga sewaktu melakukan haji, maka khusyukkan hajimu. Bahkan dalam Kitab Haqiqatul Hajj, Syekh Yusuf Maqassari menjelaskan ‘Al-Hajju Arafah’, bukan Al-Hajju fil Arafah. Yang dimaksud Arafah bukan hanya sekedar tempat. Pada hakikatnya haji adalah pertemuan seorang hamba dengan Tuhannya. Untuk bisa bertemu, ia harus wukuf, berhenti dari urusan duniawi. Maka ia baru bisa mengenal Tuhannya dengan baik dan benar. Jadi kekhusyukan sangat dibutuhkan.

Adapun thariqah dan kekhusyukan adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena kedudukannya di hati dan perlu diolah dengan baik. Jika ada ahli thariqah yang masih memiliki sifat dengki, hasad, ujub, sombong, sudah pasti itu hanya casingnya saja yang thariqah. Maka dari itu Rasulullah saw. amat menitikberatkan pada innamal a’malu binniat, karena urusan niat adalah urusan hati. Inilah yang perlu diasah oleh para salik, murid, badal, khalifah dan mursyid.

Selain kuat di dalam urusan ikhtiar (urusan otak), orang thariqah juga harus mengasah hati. Sebab itu kita perlu memaksimalkan pikiran kita dengan ikhtiar dan mengoptimalkan hati kita dengan zikir, bermunajah, berdoa kepada Allah Swt. Sehingga ketika kita terbentur pada urusan logika, maka secara otomatis kekuatan logikanya akan pindah ke dalam kekuatan hati. Itulah orang thariqah.

Untuk itu, jangan sampai ilmu hanya keluar dari lisan dan otak saja. Karena yang paling penting adalah bagaimana ilmu keluar dari hati. Jika hanya lisan yang menyampaikan, maka orang lain hanya menerima dengan otaknya saja. Tetapi jika ilmu keluar dari hati dan pikiran, maka orang lain juga akan menerima dengan hatinya, itulah keberkahan.

Banyak ilmu kalau tidak ada berkah kita akan menjadi sombong, banyak harta kalau tidak ada berkah kita akan menjadi angkuh, memiliki tinggi jabatan kalau tidak ada berkah kita akan menjadi zalim pada jabatan kita. Yang kita buru adalah keberkahan dari Allah Swt. yang dudukannya di otak dan hati kita.

Disarikan dari penjelasan Sayyid Abdurrahim Assegaf (Habib Puang Makka)