Filosofi Memancing Menurut Ulama Thariqah

September 20, 2023 - 03:27
Filosofi Memancing Menurut Ulama Thariqah

Setiap orang memiliki beragam cara yang berbeda-beda untuk menyalurkan hobinya. Terkadang, hobi tersebut terkesan tidak penting dan banyak menghabiskan waktu, memancing misalnya.

KH. Hamim, seorang ulama thariqah dari Bojonegoro Jawa Timur mengatakan, bahwasannya memancing adalah kegiatan yang banyak disukai ulama.  Untuk itu, tidak sedikit dari ulama yang menyalurkan hobi tersebut, bahkan di antaranya memiliki kolam ikan pribadi.

Salah satu contoh ulama yang gemar memancing adalah Gus Miek. Sebagaimana banyak diceritakan, sewaktu Gus Miek masih mengenyam pendidikan pesantren di Lirboyo, ia kerap menghilang dari kamarnya. Rupanya setelah ditemukan, ia sedang memancing. Bahkan sejak kecil, ia sudah memiliki hobi melihat orang memancing di sungai Brantas yang berada di belakang pesantrennya. Tak jarang seharian Gus Miek berada di lokasi itu dan baru pulang ketika ibunya, Nyai Rodliyah memanggilnya.

Selain Gus Miek, hobi ini digemari pula oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH. Marzuki Mustamar. Menurutnya, memancing merupakan hobi paling cocok untuk meluangkan waktu senggang. Memancing bagi Kiai Marzuki, tidak hanya sekedar hobi, tetapi juga bagian dari menikmati karunia Allah Swt. yang diberikan kepada bangsa Indonesia.

Habib Luthfi bin Yahya, Rois Am JATMAN, lebih totalitas lagi dalam menyalurkan hobinya. Selain bermain musik, rupanya memancing menjadi salah satu kegiatan yang sering dilakoni di tengah-tengah padatnya rutinitas. Di Sekitar komplek makam kakeknya, Al-Quthb al-‘Arif billah, Habib Abu Bakar bin Thaha bin Yahya yang terletak di Desa Kayugeritan, Karanganyar, Pekalongan terdapat sebuah kolam pemancingan ikan. Di tempat itu lah biasanya Habib Luthfi singgah untuk memancing.

Memancing bagi ulama thariqah bukan hanya sekedar hobi. Berdasarkan keterangan Kiai Hamim, memancing memiliki nilai filosofi yang tinggi. Menurutnya, filosofi memancing ada pada kailnya, yang dalam bahasa Jawa adalah Walesan, yang bisa juga diartikan balasan. Maksudnya, kegiatan memancing bisa dijadikan ibrah, bahwa apapun yang kita berikan, jangan mengharap balasan. Sebagaimana tidak semua orang yang melemparkan kailnya ke kolam ikan dapat diterima oleh ikan tersebut.

Dikisahkan, pernah suatu ketika Kiai Hamim sedang memancing. Kemudian ia melihat ada salah satu orang yang sedang memancing yang tidak bergerak sama sekali dan lempeng-lempeng saja. Karena penasaran kiai bertanya, “Kok bisa seperti itu?”

Kemudian si pemancing itu menjawab, “Kulo bade lempeng, Ngelempengke maring pengeran (Saya ingin lurus-lurus saja. Meluruskan jalan menuju Allah).”

Bagi ulama thariqah, memancing adalah melatih fokus dan meluruskan pandangan ke depan. Jangan sampai tali pancing itu bergerak. Sebagaimana ketika berjalan menuju Allah, jangan sampai apa yang di sekitar kita menyebabkan kelalaian. Cukuplah hati itu hanya tertuju pada Allah dan jangan sampai goyah. Kegiatan memancing bagi waliyullah merupakan petunjuk dan wasilah dari para gurunya sehingga bukan semata-mata kegiatan yang sia-sia.

Begitulah para waliyullah, mereka menyederhanakan pembelajaran tauhid menjadi sebuah ibarat sehingga setiap tindak laku adalah ibrah yang dapat kita ambil hikmahnya setiap saat.

Wallahu a’lam bisshawwab