Cinta Hakiki Hanya kepada Allah

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَاب
Dan diantara manusia ada orang orang yang menyembah tandingan tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal) (Q.S al-Baaqarah ayat 165).
Ayat diatas menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-Nya yaitu orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tuhan, sebagaimana orang-orang yang mengikuti paham materialisme, hedonisme dan konsumerisme.
Syeckh Abdul Qadir Al jailani menafsirkan:
Bahwa pada dasarnya tiap manusia memiliki fitrah tauhid, hanya saja fitrah tauhid itu ada yang ‘ternoda atau tidak’. Bagi yang tidak ternoda fitrah tauhid ini akan terus memancar, begitupun sebaliknya jika fitrah tauhidnya ternoda maka akan semakin gelap sehingga menyebabkan menjadi orang-orang yang ingkar dan kufur kepada Allah.
Dalil bahwa manusia itu mempunyai fitrah tauhid telah dijelaskan dalam ayat al-Qur’an yaitu pada saat ruh manusia masih berada di alam arwah terjadi dialog dengan Allah.
Seluruh ruh ditanya: “Wahai… ruh, Bukankah Aku (Allah) ini Tuhanmu”?
Dan merekapun menjawab: “Ya… Kami telah menyaksikan”.
Artinya pada saat itu semua ruh telah menyaksikan Allah, inilah yang dimaksud fitrah tauhid. Karenw itu pada hakikatnya setiap manusia itu mempunyai potensi ma’arifah karena pada saat di alam arwah sudah dikhitab oleh Allah. Maka inilah yang menjadi dasar bahwa semua manusia mempunyai fitrah Tauhid dan memiliki potensi marifah.
Kemudian didukung oleh hadits yang berbunyi: “Bahwa setiap anak yang lahir, dilahirkan dalam kesucian”.
Jadi fitrah tauhid yg suci seringkali ternoda oleh faktor lingkungan. Jika seseorang lahir dan hidup di tengah kalangan keluarga dan lingkungan Islam maka ia akan menjadi muslim yang baik. Sebaliknya jika seseorang lahir di tengah keluarga dan lingkungan nasrani, yahudi maka iapun akan menjadi nasrani dan yahudi. Namun terkadang cahaya tauhid yang sudah padam bisa hidup kembali karena ada faktor hidayah yang menerangi kegelapan hatinya.
Syeckh Abdul Qadir Al-jailani mengingatkan kembali bahwa sebagian manusia yang mempunyai fitrah tauhid ada orang-orang yang mengambil jalan kebodohan dan jalan ingkar, Padahal mereka mengetahui yang hak(benar). Mereka menjadikan selain Allah sebagai saingan, mereka mencintai selain Allah seperti mencintai Allah. Mereka meninggalkan Allah demi mencari selain Allah. Artinya mereka mencintai harta dan jabatan secara berlebih-lebihan sehingga cintanya melebihi kecintaan kepada Allah. Itulah yang dimaksud menjadikan selain Allah sebagai tandingan.
Berbeda bagi orang-orang yang beriman maka cintanya kepada Allah itu lebih tinggi dibandingkan mencintai sesuatu selainNya.
Mereka adalah orang-orang yang berbuat dzalim karena telah menodai kesucian fitrah tauhidnya. Maka sebagai konsekwensinya mereka akan merasakan siksa yang pedih saat sesuatu yang dicintainya seperti harta, benda, jabatan diambil paksa oleh Allah. Mereka akan merasakan penderitaan dan siksa di dunia secara nyata akibat hatinya dipenuhi cinta kepada selain Allah. Berbeda dengan orang-orang yang cintanya kepada Allah melebihi dari kecintaan kepada selain-Nya maka akan menemukan kebahagian secara hakiki baik di dunia maupun di akherat.
Semoga kita termaksud golongan orang-orang yang beriman dan diberikan kekuatan lahir dan batin. Maka sikap kita seandainya diberikan amanah rizki oleh Allah jadikanlah rizki sebagai sarana untuk menuju kepada-Nya.
Oleh: Ali M. Abdillah,
Al-Rabbani Islamic College (1 Oktober, 2016).