Aspek Eksternal Ilmu Agama Perspektif Nashr Hamid Abu Zayd

Agama adalah pondasi dan rancangan ajaran yang sudah baku. Ketika agama tersebut hendak diterapkan atau disebarluaskan agar terimplementasi dengan maksimal dan dapat menyentuh berbagai aspek, maka dibutuhkan pemikiran, metode atau konsep yang efektif yang mampu memberikan kemaslahatan dalam berbagai aspek.
Metode atau konsep tersebut bisa berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama. Kita yang terbiasa dengan suatu metode atau konsep dalam beragama yang biasa dilakukan sehari-hari akan merasa nyaman dengan tata cara tersebut. Namun di sisi lain seringkali ada rasa alergi dengan metode atau konsep penerapan ajaran agama yang berbeda dan dilakukan oleh komunitas lain. Terkadang metode dan konsep yang berbeda atau asing dianggap menyimpang agama. Padahal perbedaan perspektif ataupun tatacara hanyalah aspek luar (eksternal) dan bukan merupakan aspek inti (internal). Nashr Hamid Abu Zayd memandang bahwa agama dan pemikiran agama harus dibedakan. Ia mengatakan:
لا بد من التمييز والفصل بين “الدين” والفكر الديني، فالدين هو مجموعة النصوص المقدسة الثابتة تاريخيا، في حين أن الفكر الديني هو الاجتهادات البشرية لفهم تلك النصوص وتأويلها واستخراج دلالتها. ومن الطبيعي أن تختلف الاجتهادات من عصر إلى عصر، بل ومن الطبيعي أيضا أن تختلف من بيئة إلى بيئة – واقع اجتماعي تاريخي جغرافي عرقي محدد – إلى بيئة في اطار بعينه، وأن تتعدد الاجتهادات بالقدر نفسه من مفكر إلى مفكر داخل البيئة المعينة
نصر حامد أبو زيد (في كتاب نقد الخطاب الديني)
Memisah dan membedakan antara agama dan pemikiran agama adalah keharusan. Agama adalah himpunan nash-nash suci yang kokoh dalam sejarah. Sedangkan wilayah pemikiran agama adalah kerja keras intelektual (ijtihad) manusia untuk memahami, mentakwil, dan menggali petunjuk dalam nash-nash tersebut. Termasuk kewajaran bila terjadi perbedaan ijtihad dari masa ke masa. Bahkan wajar bila terjadi perbedaan ijtihad antara satu situasi atau kondisi dengan situasi kondisi yang lain, baik yang sifatnya realitas sosial, kultur masyarakat, sejarah, letak geografis, dan akar masalah yang tajam, yang sedang dihadapi, hingga situasi atau tantangan yang menyebar sebab suatu keadaan. Bila keragaman ijtihad menjadi banyak sebab kadar kemampuan atau pemahaman antara satu pemikir dengan pemikir lain, maka masing-masing pemikir telah saling memasuki kondisi yang tertentu.
Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa situasi atau kondisi pada realitas yang sedang dihadapi sangat mempengaruhi bagaimana sikap, cara atau gagasan yang diambil agar ajaran atau ilmu agama dapat tersampaikan dan terlaksana dengan baik. Memahami realitas sangat penting agar teori-teori baku ilmu pengetahuan mampu terimplementasi. Nashr Hamid Abu Zayd mengungkapkan:
إن فهم الواقع بما فيه من تباين وتعارض هو الهدف والغاية من وراء العلم، فلا تكون دراسة التراث عكوفاً على الماضي واجتراراً لأمجاده، فالعلاقة بين الماضي والحاضر علاقة تواصل وجدل تستوجب قراءة الماضي لفهمه وتجاوزه لا لتقديسه
نصر حامد أبو زيد (في كتاب فلسفة التأويل)
Sesungguhnya memahami berbagai perkara dalam realitas yang ada, baik perkara yang bermacam-macam maupun yang berlawanan, adalah merupakan target dan tujuan dari wilayah eksternal suatu ilmu. Maka jangan sampai studi terhadap teks turats (klasik) menjadi stagnan pada masa lalu dan terpaku pada kejayaan masa lampau. Hubungan antara masa lalu dan masa kini merupakan hubungan titik temu dan titik tolak yang mengharuskan pengkajian terhadap konteks masa lalu untuk memahami dan menyelaminya, bukan sekedar untuk mengagungkan dan mensakralkannya.
Dengan begitu kita mengerti bahwa aspek eksternal ilmu agama, baik konteks masa lalu maupun konteks masa kini sangatlah penting untuk dikaji dan diteliti. Ketika hanya terfokus pada teori inti ilmu agama atau hanya terpaku pada konteks lama saat ilmu itu dilahirkan, maka ajaran agama akan menjadi jumud dan stagnan, sehingga akan kesulitan menjawab berbagai problem baru yang bermunculan. Maka memahami berbagai situasi kondisi lapangan adalah aspek eksternal yang menjadi target dan tujuan agar ajaran agama dan ilmu pengetahuan mampu terealisasi dan memberikan solusi bagi segala problem yang sedang dihadapi.
Penulis: Fadhila Sidiq Permana (Dosen Fakultas Ushuluddin IAIFA Kediri)
Editor: Khoirum Millatin