Wasiat Puang Ramma: Teguhkan dan Kokohkan Jiwamu di Jalan Wali-wali Allah

Puang Rama yang telah kembali ke hadirat Allah Swt. lebih dari 16 tahun yang lalu. Namun wasiat dan nasihat-nasihatnya selalu membekas di hati para murid-muridnya hingga saat ini.
Barangkali ia sudah memikirkan, sepeninggalnya kelak, murid dan umat akan menghadapi benturan nilai yang dapat menggoyahkan kekokohan tauhid, bahkan dapat menghempaskan umat dalam derasnya gelombang kehidupan. Karena itu, ia pernah menyampaikan nasihat, “Alal sifatna waaede (ambillah sifatnya air –selalu melihat ke bawah dan selalu meneduhkan).”
Nasihat ini mungkin sudah jadi jawaban zaman atas dominannya keegoisan pada diri sebagian manusia zaman ini. Sifat yang lebih mendominasi sifat keakuan diri, juga sifat egoism yang mengalahkan sifat tawadhu’.
Puang Ramma, dalam kehidupannya dikenal sebagai pemberani dan tegas, tapi bukan berarti kasar. Ia juga dikenal lembut, namun tidak berarti menandakan lemah. Ia berabur dengan siapa saja dan fleksibel. Bahkan, ia bisa berbaur dengan tokoh lintas agama. Menurut pandangannya, urusan agama adalah hak prerogative Tuhan untuk memberikan hidayah kepada para hamba-Nya.
Ada hal lain yang menarik dari wasiatnya dalam kehidupan hedonis, yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup manusia,
“Teako Eroki Nalumbai Cinnanu.” Katanya
Ungkapannya ini selayaknya pribahasa, singkat tapi tidak bisa dimaknai secara langsung karena butuh penafsiran. Ungkapan tersebut mengandung arti, ‘janganlah keinginanmu mendahului kemampuan yang ada pada diri’. Atau bisa juga bermakna, ‘suatu keinginan juga harus ditakar dengan kemampuan diri, tidak memaksakan lalu menuruti keinginan apa saja yang muncul dari hati, sehingga keinginan itu menjadi beban berat hidup yang harus dipikul.’
Bukankah wasiat tersebut sejalan dengan wasiatnya untuk mengambil sifat air agar selalu melihat ke bawah sehingga menjadi syukur nikmat?
Hal lain yang ia wasiatkan kepada anak-anak dan murid-murid adalah agar rajin menimba ilmu bahkan berkelana untuk berguru. Penekanannya cukup tegas sebagai syarat dalam berguru itu, agar murid-murid tidak membanding-bandingkan guru tempat menimba ilmu. Bahkan murid diwasiatkan agar tidak melampaui batas diri, hingga lancang menilai guru-guru mereka. Karena itu, bisa menghilangkan keberkahan atas ilmu yang pernah mereka dapatkan.
Pesannya kepada murid-muridnya juga ialah agar senantiasa melakoni apa yang diijazahkan gurunya. Sekalipun sedikit tidak masalah, yang penting istiqomah. Menurutnya itu jauh lebih bermakna. Sebagaimana tetesan air yang terus-menerus akan mampu melubangi batu yang keras.
Sekali lagi, ia menekankan untuk tetap teguh dan mengokokohkan jiwa di jalan para wali-wali Allah Swt.
Penulis: Ishak Zainal
Editor: Khoirum Millatin