Syekh Jahid Sidek: Kaidah Kesufian dalam Menanamkan Kedamaian Hidup (1)

Rasulullah sebagai Agen Pedamaian
Rasulullah saw. diutus oleh Allah untuk menyampaikan ajaran Islam yang sempurna kepada manusia di seluruh dunia, khususnya masyarakat di semenanjung tanah Arab hidup di bawah hukum jahiliyyah yang penuh dengan kerusakan akidah, sosial, politik dan moral serta penuh keganasan, bunuh membunuh dan peperangan.
Dalam masa yang singkat Rasulullah saw. telah berhasil mengubah keadaan hidup masyarakat Arab jahiliyyah yang penuh dengan unsur-unsur kejahilan menjadi masyarakat Islam yang aman, damai dan harmoni. Berbagai unsur kekerasan dalam kehidupan dalam masyarakat jahilliyyah dapat ditumpas. Sehingga akhirnya terbina masyarakat dan negara Islam, yang dikenal sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Kedamaian dan keharmonian hidup umat Islam disebut oleh Allah dalam surat al-Fath ayat 29
مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ
“Muhammad saw. dan orang-orang yang bersamanya tegas terhadap orang kafir dan sentiasa berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridlaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud.”
Kekerasan dan kezaliman orang Quraish di kota Mekkah dapat dielakkan dengan hijrahnya Rasulullah saw. dan umatnya ke Madinah. Seluruh usaha Rasulullah saw. dan umat Islam yang berhijrah ke Madinah dipayungi dengan doa seperti yang Allah ajarkan kepada baginda Rasulullah saw. dalam Surat Al Isra’ ayat 80,
وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِي مُدۡخَلَ صِدۡقٖ وَأَخۡرِجۡنِي مُخۡرَجَ صِدۡقٖ وَٱجۡعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلۡطَٰنٗا نَّصِيرٗا
“Dan katakanlah (Muhammad), ‘Ya Tuhanku, masukkan aku ke jalan masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke jalan keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku).”
Sesampainya di Madinah terbentuklah satu masyarakat baru yang aman, damai dan harmoni. Mereka diikat oleh persaudaraan antara golongan muhajirin dan anshar. Masyarakat Muhajirin juga menikmati keamanan, kedamaian, keharmonisan di bawah payung pemerintahan Madinah. Hingga pada akhirnya, berbagai monopoli Yahudi di kawasan sekitar dapat diatasi karena umat Islam dapat menguasai Kota Khaibar pada 7 hijriyah dan disusul dengan penaklukkan Kota Mekkah pada 8 hijriyah tanpa pertumpahan darah.
Sementara itu, pasca wafatnya sang Nabi Agung, Rasulullah saw., Islam masih Berjaya di bawah kepemimpinan Khulafaaur Rasyidun. Sayyidina Abu Bakar ra. menjadi Khalifah pertama yang meneruskan perjuangan Rasulullah saw. Beliau memimpin selama 2 tahun setengah. Setelah kewafatan Abu bakar ra., Sayyidaina Umar ra menggantikan posisinya menjadi khalifah yang kedua selama 10 tahun. Di mana pada masanya, kekuasaan Islam meliputi negeri Mesir. Seluruh daerah negara Islam menikmati kedamaian, keharmonisan hidup, tanpa melihat latar belakang agama dan keturunan. Pada masa itu pemerintahan Islam terkenal sebagai pemerintahan penuh keadilan dan harmoni.
Asas Pembangunan Insan
Wujud berbagai pemikiran golongan sufi adalah teori pembangunan insan lahir dan batin yang berasaskan pada tiga hal, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Dari sudut pandang ilmu, tiga hal tersebut adalah fikih, tauhid dan tasawuf.
Pada masa sekarang setiap umat Islam dalam bidang fikih harus mengikuti salah satu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali. Adapun di bidang tauhid harus mengikut aliran Ahli Sunnah wal Jamaah. Sedangkan dalam bidang tasawuf harus mengikuti salah satu aliran tarekat sufiyyah, karena aliran-aliran tarekat itu adalah merupakan mazhab dalam bidang tasawuf.
Apabila seseorang berhasil berpegang teguh terhadap asas tersebut, maka orang tersebut memiliki landasan yang kokoh untuk menjadi pribadi yang sukses lahir dan batin. Sehingga ia juga akan berhasil menjadi seorang muhsin seperti yang Allah sebutkan dalam firman-Nya;
بَلَىٰۚ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
“Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik (menjadi muhsin), dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Adapun yang dimaksud pahala kebaikannya berada di sisi Allah disebabkan seorang muhsin berhati ikhlas, pahala amalannya tidak dapat dicatat oleh malaikat. Maka pahalanya disimpan oleh Allah secara langsung.
Sebuah hadis qudsi menyebutkan:
يقول الله تعالى : الإخلاص سر من سري استودعته قلب من أحببت من عبادي (رواه الديلمي في “مسند الفردوس”
( 3 / 187 ) عن علي وابن عباس)
“Allah Ta’ala berfirman: Ikhlas itu salah satu rahasia dari rahasia-rahasia-Ku. Aku titipkan ia di dalam hati hamba-Ku yang Aku cintai.” (Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam “Musnad Al-Firdaus” (3/187) daripada ‘Ali dan Ibn ‘Abbas)
Beberapa ulama mengaitkan hadis di atas dengan hadis berikut,
فلا يطلعه ملك فيكتبه ولا شيطن فيفسده
“Tiada malaikat yang mengetahui keikhlasan hati seseorang, maka tiada malaikat yang mampu menulis pahala kebaikannya, dan tidak ada syaitan yang mampu merusak amalannya.”
Langkah Awal Melakukan Taubat Terpimpin agar Taubat Meningkat Ditingkat Inabah
Taubat ada tiga tingkat:
1. Taubat dari dosa-dosa zahir. Biasanya dihubungkan dengan taubat golongan awam Islam. Orang yang bertaubat disebut dengan التائب / At-Taib
Hadis Nabi Muhammad saw.,
التائب من الذنب كمن لا ذنب له
“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah).
2. Inabah dari dosa-dosa batin . Biasanya dihubungkan dengan golongan khawas dan khawasul-khawas. Orang yang melakukan inabah disebut منيب / Munib. Allah berfirman dalam Surat Hud ayat 75,
إِنَّ إِبۡرَٰهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّٰهٞ مُّنِيبٞ
“Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati dan suka kembali (kepada Allah).”
3. Aubah dari lintasan-lintasan jahat. Biasanya dihubungkan dengan para nabi dan rasul. Nabi yang melakukan aubah dikenali sebagai أواب / Awwab. Allah berfirman dalam Surat Sad ayat 30,
نِعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ
“Dia (Sulaiman) adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).”
Taubat Sahabat Terpimpin
Ketika Rasulullah saw. masih hidup, apabila ada seseorang sahabat yang melakukan dosa dan ia ingin bertaubat, maka ia akan segera menemui baginda saw. Di depan beliau, ia akan meluapkan penyesalannya mengenai kesalahannya dan berniat untuk bertaubat dan kembali kepada Allah Swt. Ia juga memohon kepada baginda saw. agar memintakan ampunan untuk dirinya dan mendoakannya supaya Allah mencurahkan taufik dan hidayat-Nya. Amalan taubat sahabat tersebut ada diabadikan oleh Allah dalam Surat An-Nisa ayat 64 yang berbunyi,
وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابٗا رَّحِيمٗا
“…Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Dari ayat di atas jelas sekali bahwa Rasulullah saw. adalah menjadi konselor atau mentor dalam usaha taubat sahabat yang dibimbingnya (mantee).
Berbaiat Dengan Rasulullah
Sebagian sahabat yang telah bertaubat di bawah bimbingan Rasulullah saw. masih merasakan kekhawatiran jika kalau-kalau tercebur kembali ke lembah maksiat. Sementara itu sebagiannya lagi yang merasa lemah iman untuk bertahan dalam kebaikan, menemui Rasulullah saw. dan melakukan baiat. Ketika mereka berbaiat, mereka mengikrarkan untuk tidak akan melakukan apapun yang dilarang oleh Allah dan sentiasa melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-Nya. Kejadian ini kemudian diabadikan oleh Allah dalam Al-Quran, Surat Al Fath ayat 10,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ ٱللَّهَ يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيهِمۡۚ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِمَا عَٰهَدَ عَلَيۡهُ ٱللَّهَ فَسَيُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا
“ Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Dia akan memberinya pahala yang besar.
Penulis: Syekh Dr. H. Jahid Bin H. Sidek (Mantan Professor Madya University of Malaya dan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah)
Editor: Khoirum Millatin