Raden Aria Wiratanu Datar; Tokoh Penyebar Islam Pertama di Cianjur

Di Kabupaten Cianjur, tepatnya di Desa Cijagang, Kec. Cikalongkulon, terdapat sebuah lokasi peziarahan yang disebut Dalem Cikundul.
Peziarahan tersebut merupakan tempat persemayaman pendakwah Islam yang pertama kali membuka padepokan di sana yang menjadi cikal bakal berdirinya wilayah Cianjur, yaitu Raden Aria Wiratanu Datar atau nama lainnya adalah Eyang Dalem Cikundul.
Raden Aria Wiratanu Datar adalah putra Raden Aria Wangsa Goparan, yang masih keturunan Raja Sunda Galuh Mundingsari alias Banjarsari. Ia dilahirkan sekitar tahun 1603 Masehi di Kampung Cibodas, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang.
Sejak kecil, Raden Aria Wiratanu sudah memiliki kegemaran yang aneh, yang sangat berbeda dari anak-anak seusianya kebanyakan. Pada usianya yang ke tiga tahun, ia sudah menyukai naik bukit dan menghadap ke arah kiblat seolah-olah merenung dengan mata yang menerawang. Ia juga memiliki keajaiban lain seperti gaung suaranya sangat terkenal. Sekalipun berbisik, suaranya dapat didengar oleh orang yang dipanggil. Pada usia delapan tahun, ia dititipkan oleh ayahnya untuk mendalami ajaran Islam di paguron (perguruan) Islam Kesultanan Cirebon di bawah pimpinan penerus Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Selama memperdalam pemahamannya terhadap Islam, Raden Aria Wiratanu Datar terlihat paling menonjol dibanding siswa-siswa lainnya. Di samping menguasai bidang keagamaan, ia juga menguasai ilmu keperwiraan dan ilmu kemasyarakatan.
Namanya yang bergelar ‘Aria’ ia peroleh setelah menyelesaikan pendidikannya. Gelar tersebut merupakan gelar untuk kerabat keraton dengan kedudukan ‘Ngabehi’ selaku penggawa Kesultanan Cirebon dengan nama khusus Ngabehi Jaya Sasana.
Adapun gelar lengkapnya, yakni ‘Raden Aria Wiratanu’, ia peroleh pada usia 23 tahun, setelah mendapat kepercayaan dan diangkat menjadi senopati Kesultanan Cirebon.
Dengan diperolehnya gelar tersebut, maka ia berhak memimpin prajurit sebanyak 1.200 jiwa dari Kesultanan Cirebon dan mendapat tugas dari penerus Syekh Syarif Hidayatullah untuk mendirikan kerajaan kecil di wilayah kosong bekas wilayah Pajajaran.
Sekitar tahun 1691-1692 M, Raden Aria Wiratanu mendirikan kerajaan di tanah kosong bekas kekuasaan Kerajaan Pajajaran dengan membawa pasukan sekitar 1.200 jiwa yang menjadi cikal bakal Cianjur. Namun sebelum mendirikan kerajaan di lokasi tersebut, Raden Aria Wiratanu lebih dulu berzikir di kawasan Sagalaherang, Subang untuk meminta petunjuk.
Adapun petunjuk yang ia peroleh pada saat itu adalah ia diminta untuk mendirikan kerajaan di kawasan selatan sebelah barat. Sedangkan pada petunjuk lainnya, wilayah yang harus dijadikan kerajaan itu adalah sebuah wilayah yang sering dijadikan tempat mandi badak berwarna putih. Raden Aria Wiratanu akhirnya menemukan tempat pemandian badak putih tersebut dengan membawa pasukannya.
Dalam perjalanan membawa pasukan, ada beberapa tempat yang kini namanya masih dipakai di Cianjur, yakni Rancabali, saat ia menemukan kawasan rawa lalu pasukan balik lagi; Sayang Heulang, tempat ia menemukan pepohonan tinggi dan banyak sarang elangnya; Salakopi, tempat para pasukannya bersama keluarga memetik biji kopi sebagai perbekalan; dan Pamoyanan, tempat berjemur.
Raden Aria Wiratanu kemudian tidak hanya menyebarkan agama Islam di wilayah Cianjur, tetapi juga di Sukabumi dan sebagian wilayah Bogor.
Memasuki usia lanjut, kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Aria Wiramanggala yang bergelar Raden Aria Wiratanu Datar Tarikolot. Sedangkan ia sendiri berangkat menuju arah utara mendirikan perguruan Islam di wilayah Cikalongkulon.
Sekitar tahun 1695 Masehi, Raden Aria Wiratanu tutup usia dan kemudian disemayamkan di bukit Pasir Gajah, Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon. Lokasi ini kemudian menjadi tempat peziarahan yang tak pernah sepi dari pengunjung dari berbagai wilayah hingga saat ini.