Pesan Habib Luthfi bin Yahya Tentang Kebangkitan Tasawuf melalui Pemuda, Pedagang dan Wanita
Pekalongan, JATMAN Online – Rapat Persiapan Multaqo Sufi Dunia yang digelar di Hotel Santika Pekalongan pada Rabu (01/02) menitikberatkan pada persoalan kebangkitan tasawuf sebagai salah satu isu utama.
Menurut beliau, ada tiga elemen yang perlu menjadi perhatian ahli tasawuf agar mampu bersaing di kancah internasional, di antaranya kebangkitan pemuda, kebangkitan pedagang dan peran wanita.
“Saya sudah sekian tahun tetap mengawasi bagaimana perkembangan thariqah itu sendiri sedangkan thariqah, tasawuf ke depan tantangannya luar biasa. Dan banyak lagi tantangan-tantangan kita terutama sufi-sufi kita yang ulama il barokah. Belum tentu ulama yang barakah itu akan campur tangan dengan perkembangan pemuda, paling hanya memberikan support. Dan seorang pemuda yang kita khususkan dari dunia sufi supaya bisa mengembangkan (kreatifitasnya), seperti dunia pemberitaan, surat kabar dan lainnya, istilahnya sekarang itu media sosial, sehingga (tasawuf) bisa berkembang dengan baik,” kata Dewan Pertimbangan Presiden.
Sambungnya, “Dan yang tidak kalah penting adalah mengumpulkan at-tijariyah, pedagang yang cukup bisa kita pahami yang cenderung kepada dunia tasawuf, sehingga tasawuf tidak ketergantungan dengan tangan di bawah bagaimana caranya supaya tangan itu selalu di atas. Perkembangan ekonomi dan pertanian perlu dikembangkan, didorong, didukung oleh pengetahuan tasawuf ini pentingnya. Dan di antara tasawuf-tasawuf itu bisa mengembangkan di dalam ekonominya, bisa berhubungan antar negara dengan negara, menjadi fasilitas atau jembatan antar negara tapi terlepas dari kepentingan politik. Maka dari itu mengapa perkembangan tasawuf dari setiap kota atau negara tidak begitu maju terus pesat, coba kita melihat status jangan hanya dari satu sisi aqidah tapi kekompakan satu golongan tertentu. Bagaimana perkembangan keuangannya. Kita orang tasawuf sudah di atas itu bukan hanya di bawah terus. Mampu tidak kita berhubungan antar negara-negara kita masing-masing untuk meminta bantuan lapangan kerja yang bisa dikerjakan oleh santri-santri kita di dalam perekonomian.”
Di samping itu, Habib Luthfi juga menyampaikan bahwa masih banyak orang yang belum memahami tasawuf secara utuh.
“Banyak orang memahami tasawuf itu seolah-olah hanya memikirkan akhirat saja. Padahal kalo kita melihat Imamuna Asy Syadzili, beliau seorang ahli tasawuf yang luar biasa, tapi (juga) orang yang kaya luar biasa. Bagaimana juga Syekh Abdul Qadir al-Jilani mempunyai kuda-kuda yang baik, (sehingga) ketika dia dimintai tolong oleh seorang yang mempunyai penyakit dan harus diobati dengan hati kuda, dengan mudah Sayyidi Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyuruh untuk memotong (kuda itu) satu hari satu. Inilah tanggung jawab kita semuanya ahli-ahli tasawuf, terutama Indonesia, karena Islam berkembang di Indonesia dengan sebab ahli tasawuf yang jumlahnya ada Sembilan yang ahli ekonomi, ahli pertanian, ahli kedokteran dan ahli obat-obatan. ini harapan saya untuk thoriqoh dan tasawuf ke depan sebagai orang yang bertanggung jawab atas perkembangan dunia tasawuf,” kata Maulana Habib Luthfi bin Yahya.
Terakhir, tokoh yang masuk dalam jajaran 50 muslim paling berpengaruh di dunia tersebut juga mengemukakan bagaimana peran wanita dalam dunia tasawuf.
“Di Indonesia mungkin berbeda dengan Timur Tengah. Kalau di Timur Tengah, seorang wanita dapat pembatasan-pembatasan keluar dan sebagainya. Tapi di Indonesia berbeda, seperti Solo, Yogya contohnya, banyaknya pasar itu dikuasai sama ibu-ibu pedagang yang hebat-hebat. Dari pedagang yang paling kecil seperti jamu sampai toko, semangat ibu-ibu luar biasa sekali. Seperti membicarakan masalah kaum wanita harus dimasukkan kepada tasawuf ini, apakah kita tidak bisa memanfaatkan kaum wanita sesuai dengan porsinya. Maka dari itu kita minta dengan hormat jangan sepelekan tentang peranan kaum wanita, khususnya di Indonesia untuk membantu perkembangan sufisme, perkembangan pesantren-pesantren. Karena seperti di Aceh sendiri, orang lelakinya tahunya sebagian minum kopi, bangun tidur dan kopi lagi dan setiap hari seperti itu. Sedangkan ibu-ibunya ke sawah, ke pasar, itu peranan wanita,” ungkap Rois Am JATMAN.
Sambungnya, “Pengalaman-pengalaman yang bisa kita lihat, bahwa kaum wanita itu banyaknya ‘gemi’ yaitu kalau pegang uang hemat, tahu persis perhitungannya. Maka apabila salah satu dari mereka kita masukkan dalam segi keuangan untuk kontrol keuangan dan sebagainya saya kira beliau-beliau itu lebih baik daripada kita-kita ini. Dan banyak di Indonesia kaum wanita yang pegang PT, CV yang cukup berhasil. Maka dari itu, kalau tadi masih diperbincangkan masalah kaum wanita, mau kita tolak, kita tidak bisa, sebab di Indonesia sendiri kita masih memerlukan sekali tentang perkembangan keuangan dan sebagainya. Kaum wanita memang kita angkat dan ternyata mereka lebih rapih daripada kita. Dan dia punya penghasilan sendiri dari mengelola makanan kecil, pakaian batik dan sebagainya. Dan apabila memerlukan keuangan, beliau-beliau itu lebih berani dari pada kita kita-ini. Maka kita tidak akan menyepelekan dan coba belajar menempatkan sesuai porsinya,”