Fase Kehidupan di Alam Dunia (2)
Untuk apa manusia diciptakan dan menjalani kehidupan di alam dunia? Sebagai orang yang beriman kita wajib yakin dan percaya, bahwa Allah SWT tidak mungkin menciptakan suatu makhluk sekecil apapun kecuali pasti didasarkan pada maksud dan tujuan yang sangat agung.

Tujuan dan Tugas Hidup Manusia di Alam Dunia
Untuk apa manusia diciptakan dan menjalani kehidupan di alam dunia? Sebagai orang yang beriman kita wajib yakin dan percaya, bahwa Allah SWT tidak mungkin menciptakan suatu makhluk sekecil apapun kecuali pasti didasarkan pada maksud dan tujuan yang sangat agung. Mustahil Dia menciptakan sesuatu sia-sia belaka tanpa ada maksud dan tujuan.10 Oleh karena itu, kita wajib meyakini dengan sepenuh hati bahwa penciptaan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan sempurna pasti didasarkan pada tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang sangat mulia sebagai berikut:
1. Mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT.
Menurut ajaran Islam, tujuan utama penciptaan manusia sebagai makhluk yang hidup di alam dunia adalah agar mereka benar-benar menjadi hamba Allah (abdullah). Seseorang layak menyandang predikat sebagai hamba Allah (abdullah) yang hakiki, jika ia telah memiliki iman yang mantap serta bersedia mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Karena predikat sebagai hamba Allah mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri secara total kepada-Nya. Penyerahan diri kepada Allah SWT secara total inilah yang disebut Islam. Dengan demikian, seseorang berhak menyandang predikat sebagai muslim atau muslimah (pria atau wanita yang beragama Islam), jika ia telah menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Dzariyah (51) ayat 56:
“Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi dan beribadah kepada-Ku”.
Demikian juga firman-Nya dalam surat al-Bayyinat (98) ayat 5:
“Dan mereka tidak disuruh melainkan agar menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; Yang demikian itulah agama yang lurus”.
Firman Allah SWT di atas menunjukkan bahwa tujuan penciptakan manusia serta tugas yang harus dilaksanakan dalam kehidupan di alam dunia ini, tiada lain adalah; menyerahkan diri secara total kepada Allah SWTdengan melaksanakan ibadah dan pengabdian kepada-Nya.Hal inibukan berarti bahwa seluruh waktu manusia sepanjang hayatnya harus dipergunakan untuk salat, puasa, membaca al-Qur’an, wirid dan bentuk-bentuk ibadah formal yang lain saja. Karena yang dimaksud dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah adalah: kesediaan manusia untuk mendasarkan semua amal perbuatannya dengan aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam kitab suci Al-Qur’an dan oleh Rasulullah SAW dalam haditnya. Aturan-aturan tersebutmeliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, baik dalam memenuhi kebutuhan lahiriah maupun batiniah, serta baik dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT (hablun minallah) maupun dalam melakukan interaksi dengan sesama manusia (hablun minannas).
2. Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi
Sebagai makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna—yang dilengkapi dengan ruh, akal, qalbu, dan nafsu di samping anggota badan—manusia diberi amanat untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai khallifah, tugas manusia adalah mengolah, memanfaatkan dan menjaga alam ini dengan sebaik-baiknya, sehingga manfaat dan maslahat, baik bagi manusia yang hidup pada masa kini, maupun bagi anak cucu yang hidup di kemudian hari. Agar manusia dapat melaksanakan tugas sebagai khalifatullah fi al-ardl, maka Allah SWT telah menganugerahkan fisik yang kuat dan sempurna, serta berbagai potensi rohaniah, bakat, minat dan talenta yang beragam sehingga mereka saling melengkapi dan bersinergi dalam membangun bumi. Dengan nafsu, manusia mempunyai kehendak dan keinginan untuk memanfaatkan serta mengolah alam. Dengan akal manusia mencari cara yang efektif dan efesien untuk mengolah dan memanfaatkan alam, serta dengan qalbu manusia diarahkan agar tidak serakah dan tidak mempergunakan cara-cara pengolahan dan pemanfaatan alam yang dapat menimbulkan kerusakan. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Demikian juga firman-Nya dalam surat Hud (11) ayat 61:
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya (orang-orang yang membangun)”.
Sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan kreatif, bekerja keras serta tidak bermalas-malasan untuk membangun dunia ini sebaik mungkin. Meskipun demikian, manusia harus memperhatikan keselarasan dan menjaga kelestarian alam. Oleh karena itu, menusia tidak boleh mengeksploitasi alam secara berlebihan sehingga menimbulkan berbagai dampak lingkungan yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, baik pada masa kini maupun masa yang akan datang.
Di samping itu, dalam membangun dunia ini manusia harus memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan orang lain, tidak boleh egois, hanya mementingkan diri sendiri. Pada masa kini dapat kita perhatikan, betapa banyak sekali orang yang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan diri sendiri. Betapa banyak pabrik-pabrik yang dibangun di tengah-tengah pemukiman penduduk tanpa memperhatikan bahaya polusi bagi masyarakat sekitarnya. Betapa banyak pabrik yang membuang limbah di sungai sehingga menimbulkan polusi dan berbagai penyakit. Betapa banyak pembangunan yang justru merugikan masyarakat dan rakyat kecil karena menggusur rumah-rumah mereka dengan memberikan ganti rugi yang amat kecil dan jauh di bawah standar. Semua ini jelas dilarang oleh Allah SWT karena merusak lingkungan hidup serta dapat mengancam kelestarian peradaban dan kebudayaan umat manusia. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-A’raf (7) ayat 56:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Demikian juga firman-Nya dalam surat Rum (30) ayat 41:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Demikian juga firman-Nya dalam surat al-Qashash (28) ayat 77:
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tugas dan tujuan hidup manusia menurut ajaran Islam adalah untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT serta melaksanakan amanah sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang bertugas mengolah, memanfaatkan serta melestarikan alam. Hal ini perlu ditegaskan, karena dewasa ini masih banyak manusia yang tidak mengetahui tujuan hidupnya. Akibatnya, banyak manusia yang beranggapan bahwa tujuan hidup adalah untuk menumpuk-numpuk kekayaan, meniti karier agar meraih kekuasaan dan jabatan yang tinggi dsb.
Meskipun demikian, bukan berarti manusia tidak boleh mencari kekayaan atau meniti karier untuk mencapai kekuasaan dan jabatan yang tinggi. Agama Islam memperbolehkan dan bahkan memerintahkan umatnya untuk bekerja semaksimal mungkin untuk mendapatkan harta kekayaan atau kekuasaan dan jabatan yang tinggi. Akan tetapi hal itu bukan menjadi tujuan, melainkan semata-mata sebagai sarana untuk melaksanakan tugasnya dalam beribadah kepada Allah SWT serta sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Oleh karena itu dalam mencari kekayaan atau meniti karier tersebut tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits.
3. Berdakwah dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Selain beriman, beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi, manusia mempuyai tugas berdakwah dengan melaksanan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah adalah suatu ajakan atau seruan kepada orang lain untuk memahami, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan nyata sehingga tercipta kebahagiaan hidup yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam bukunya Tadzkirat al-Du’at, Bahi al-Huli mendefinisikan dakwah sebagai “upaya memindahkan manusia dari satu situasi kepada situasi yang lebih baik”.11 Pemindahan situasi ini mengandung makna yang sangat luas, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik, sains, teknologi, dsb. Berdasarkan definisi tersebut, maka dakwah merupakan proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk melakukan pemindahan atau perubahan situasi, dari kebodohan kepada pengetahuan, dari keterbelakangan kepada kemajuan, dari kemiskinan kepada kehidupan yang sejahtera, dari permusuhan dan perpecahan kepada kasih sayang dan persatuan, dari kekacauan kepada keteraturan, dari suasana mencekam kepada suasana sejuk, damai, dan tenteram.
Menurut Syekh Ali Mahfudz dalam bukunya Hidayatu al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’dli wa al-Khithabah, dakwahadalah; “mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk serta menyeru untuk melakukan perbuatan baik dan mencegah dari perbuatan buruk (amar ma’ruf nahi munkar) agar mereka
mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat”.12 Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa pada hakikatnya dakwah adalah segala aktivitas yang bertujuan mengajak orang lain untuk melakukan perubahan dari situasi yang mengandung nilai tidak islami kepada kehidupan yang sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai -nilai Islam, baik dalam bidang akidah, syariah, maupun akhlak. Kewajiban berdakwah ini langsung diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagaimana difirmankan dalam surat Ali Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.
Bersambung….
10 Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 190 – 191: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
11 Bahi al-Khuli, Tadzkirat al-Du’at, (Mesir: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1952), h. 27; Quraish Shihab; Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. II, 1992), h. 194.