Biografi KH. Muhammad Said Pendiri Ponpes Gedongan Cirebon
Haul KH. Muhammad Said Gedongan ke-91 menandakan Pesantren Gedongan ini kurang lebih sudah berumur satu abad. Jika dibandingkan dengan Pondok Pesantren Buntet Cirebon itu, tentu berdirinya lebih dahulu Pondok Pesantren Buntet, karena KH. Muhammad Said bukan lahir di Gedongan tapi lahir di daerah Tuk, Sindanglaut, Cirebon (tahun 1800 an).

Haul KH. Muhammad Said Gedongan ke-91 menandakan Pesantren Gedongan ini kurang lebih sudah berumur satu abad. Jika dibandingkan dengan Pondok Pesantren Buntet Cirebon itu, tentu berdirinya lebih dahulu Pondok Pesantren Buntet, karena KH. Muhammad Said bukan lahir di Gedongan tapi lahir di daerah Tuk, Sindanglaut, Cirebon (tahun 1800 an).
Pada awalnya Tuk itu menjadi daerah pengembangan pesantren yang luar biasa, dari beberapa tokoh dan wali Allah Swt. Di zamannya Mbah Kiai Muqoyyim ada di Tuk, Mbah Kiai Ardisela, Mbah Kiai Ismail adanya di Tuk dan termasuk ayahanda dari Kiai Said, almaghfurlah KH Murtasim juga ada di Tuk.
Pada awalnya di Buntet sudah berdiri Pesantren termasuk di Benda Kerep. Kiai Said sendiri sempat mempunyai pertimbangan antara ingin membantu pesantren tinggalan ayahnya Mbah Kiai Murtasim, membantu Kiai Sholeh kakak iparnya di Benda Kerep atau membantu dan berjuang bersama adik iparnya Mbah Kiai Abdul Jamil di Pondok Buntet Pesantren. Akhirnya, Kiai Said memilih membangun pesantren sendiri di Gedongan.
Pada waktu itu, daerah gedongan masih hutan belantara, yang pertama menempati ialah Kiai Said. Kemudian Kiai Said mengembangkan Pesantren di Gedongan dan mengajarkan santri yang datang dari berbagai penjuru yang ingin menimba ilmu kepadanya.
Salah satu cara dakwah pertamanya yakni menikahkan santri-santrinya, santri putra nya dinikahkan dengan santri putrinya dan disuruh menetap di Gedongan.
Perlu diketahui, pesantren dibagi menjadi dua yakni ada masyarakat pesantren dan ada pesantren masyarakat. Nah, di pondok pesantren Gedongan ini keduanya ada. Pesantren punya masyarakat dan masyarakat nya juga adalah masyarakat Pesantren. Inilah di antaranya yang membedakan antara pondok pesantren Gedongan dengan pesantren-pesantren lainnya.
Masyarakat Gedongan yang walaupun “bukan ahli”, bukan keturunan langsung dari Mbah Kiai Muhammad Said, akan tetapi adalah keturunan santri-santri awal dari Kiai Muhammad Said. Oleh karena itu, insya Allah para tukang becak di Gedongan bisa membaca Al-Qur’an secara fasih, berbeda dengan masyarakat di pesantren lainnya. Kenapa? karena di Gendongan ini selain pesantren masyarakat juga merupakan masyarakat pesantren.
Hari ini kita sama-sama mengharap berkah memuliakan Kiai Muhammad Said, yang kemudian menurunkan dan mengembangkan pesantren di berbagai daerah tidak cuma di Gedongan. Sebab, Kiai Muhammad Said ini, besanan dengan Mbah Kiai Sholeh pendiri Pondok Pesantren Benda Kerep Cirebon bahkan putra laki-laki paling tua dari Kiai Said Gedongan yaitu kiai Nahrowi diambil mantu oleh Kiai Soleh Benda Kerep. Dan ini (di samping) makam Kiai Yahya, Kiai Yahya Bin Kiai Misbah, Kiai Misbah bin Kiai Kiai Nahrowi, Kiai Nahrowi bin Kiai Said Gedongan Jadi sebenarnya Kiai Yahya lah yang sepuh dari keturunan Kiai Said.
Sementara itu, sesepuh Pondok Pesantren Gedongan sekarang yakni KH Abu Bakar Muhtarom itu sama merupakan keturunan dari laki-laki Kiai Said, sedangkan KH Abu Bakar Muhtarom dari jalur Kiai Abdul Karim, Kiai Abdul Karim ialah adik dari Kiai Nahrowi. Sedangkan, KH Wawan Arwani dari jalur Kiai Siroj, Kiai Siroj adalah putra bungsu dari Kiai Said.
Ketika berbicara awal-awal pendiriannya, nampaknya Pondok Buntet Pesantren lebih tua, tetapi di zamannya Kiai Said mendirikan Pondok Pesantren Gedongan justru Kiai Muhammad Said Gedongan lah yang menjadi rujukan, rujukan Pesantren lain. Seperti, Mbah Kiai Abdul Jamil Buntet Pesantren waktu itu, beliau adik ipar dari Kiai Muhammad Said ketika ingin menetapkan hukum-hukum atau kebijakan-kebijakan apa saja tidak bisa langsung memutuskan, kecuali sudah bermusyawarah dan matur kepada Kiai Muhammad Said Gedongan demikian juga halnya Mbah Kiai Sholeh Zamzami Benda Kerep Cirebon, jika ada persoalan apapun meminta bantuan langsung kepada Kiai Said Gedongan.
Jadi artinya meskipun usia baru satu abad, tapi di zaman Kiai Said Gedongan, Pondok Pesantren Gedongan menjadi rujukan utama bagi pesantren-pesantren yang ada di Cirebon.
Kiai Said Gedongan ini, jasanya dalam ilmu dan pengembangan Pesantren tak terhitung. Saya mau mengambil dua contoh, mungkin sebagian kita bertanya kok nama Pesantren Gedongan atau nama Kiai Said tidak disebut ketika perjuangan Belanda atau tidak ikut melawan Belanda?
Kiai Said Gedongan salah satu ulama yang berani mengambil sikap non kooperatif dan bersikap sangat tegas melawan Belanda. Sehingga, waktu itu punya jabatan sebagai penghulu Keraton Kasepuhan Cirebon. Pada waktu itu, di dalam menentukan awal Ramadan Kiai Muhammad Said Gedongan menetapkan awal Ramadan berbeda dengan yang dikehendaki oleh Belanda, tetapi dengan segala konsekuensi dan tetap pada keputusannya, tidak geser sedikitpun. Termasuk ketika dipanggil oleh Sultan Kasepuhan nya untuk menggeser tanggal yang sudah ditetapkannya oleh pihak kesultanan dan disuruh mengikuti ketepatan pihak Kasultanan dan Belanda.
Dari situ muncul ketegasan Kiai Said, sebab dengan pernyataan seperti itu Kiai Said menganggap bahwa ini sudah ada campur tangan Belanda terhadap Kasepuhan Cirebon. Tapi Kiai Said tetap memutuskan awal Ramadan berbeda dengan keputusan Keraton. Gegara itu, Kiai Said dipecat dan diberhentikan menjadi penghulu Belanda
Kedua, walaupun tidak terlihat upaya perlawanan dari Kiai Said dan keluarga besar Pondok Pesantren Gedongan dalam penjajahan Belanda. Ini yang jarang diungkap, bahwa waktu itu sejarah mencatat kiai-kiai Cirebon dipimpin oleh KH Abbas buntet Pesantren ditemani oleh KH Arjawinangun, KH Amin Babakan Ciwaringin berjuang mengirim ke pertempuran 10 November. Sebenarnya, ada keterlibatan dan dari kiai-kiai dan masyarakat Pondok Pesantren Gedongan, namun sejarah ini tidak terungkap akan tetapi ada faktanya. Bahkan ada kiai yang pernah berbicara dan bertemu langsung dengan orang yang dikirim dari Cirebon pada 10 November itu.
Tetapi, jikalau Gedongan sendiri memang tidak pernah diserang oleh Belanda. Sebab, ternyata dengan karomah Kiai Said, ketika Belanda mempunyai pemikiran mau menyerang Pondok Pesantren Gedongan, Pondok Pesantren Gedongan seketika berubah menjadi lautan. Tidak ada pedukuhan, perkampungan, apalagi Pesantren semuanya berubah menjadi lautan.
Disarikan dari dawuh KH. Wawan Arwani Amin
(Cicit KH. Muhammad Said Gedongan & Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon)
Pada acara tahlil dan do’a bersama dalam rangka Haul KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Gendongan Cirebon. Sabtu, 19 Maret 2022.
Pewarta : Khumaedi NZ (Alumni PP Assa’idiyyah Gedongan Cirebon)
Editor : Warto’i