Pentingnya Tradisi Haul Masyayekh, NU Harus Memelihara dan Melestarikannya

September 27, 2023 - 13:50
Pentingnya Tradisi Haul Masyayekh, NU Harus Memelihara dan Melestarikannya

Demak, JATMAN Online – Pentingnya tradisi haul masyayekh, karena aktivitas haul akan mengungkap berbagai kesalehan yang dapat dijadikan teladan hidup. Oleh karena itu,  Warga NU harus memelihara dan melestarikan tradisi ajaran haul masyayekh dan orang-orang alim yang berjasa besar dalam membimbing umat.

Dilansir dari NU Online Jateng, Rais Idarah Wustha Jamiyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (JATMAN) Jateng KH Dzikron mengatakan, sosok Kiai Makhsum berkontribusi besar dalam membangun karakter bangsa.

“Demikian juga putra-putrinya mengikuti jejak perjuangan mbah Makhsum, aktif berkhidmah di NU dan pesantren. Salah satunya Gus Zaenal Arifin yang kini menjadi Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Demak dan Katib Idarah Wustha Jatman Jateng,” ucapnya.

Hal itu disampaikan saat mengisi pengajian di Pesantren Fathul Huda Karanggawang, Sidorejo, Sayung, Demak dalam acara haul ke-17 KH Makhsum Mahfudli bersama para masyayekh Pesantren Fathul Huda di komplek Maqbaroh Sidorejo, Kamis (24/2).

Lanjut, Kiai Dzikron, dari kerja keras dan ketekunannya muncul kader-kader bangsa yang menjadi penggerak dakwah, pendidikan, dan aktivis NU di berbagai daerah. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat lingkungannya membawa manfaat yang tidak kecil.

Kemudian Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) KH Muhammad Asyiq menegaskan, nahdliyin tidak boleh goyah dalam mempertahankan tradisi haul, sebab dari sinilah santri dan nahdliyin bisa menemukan informasi berbagai keteladanan yang diukir dimasa lalu oleh ulama yang sedang dihauli.   

“Seperti almarhum almaghfurlah romo Kiai Makhsum Mahfudli yang sedang dihauli hari ini adalah sosok yang sangat layak diteladani terutama dalam ketekunannya  mendalami ilmu dan berkhidmah kepada bangsa melalui pesantren dan NU,” ujarnya.

Kiai Asyiq mengatakan hal itu saat menyampaikan sambutan mewakili keluarga besar, Kiai Makhsum yang lahir pada tahun 1929 dan meninggal pada tahun 2005 mendapat bekal pendidikan dan disiplin yang ketat dari orang tuanya, Kiai Yasir.

Saat memasuki usia baligh beliau yang masih remaja dikirim ke pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak untuk ngaji kepada Kiai Muslih.

“Dari Mranggen dilanjutkan nyantri ke Darul Ulum Pondoan Pati yang diasuh Kiai Muhammadun dan Pesantren Bendo Ploso Kediri. Perjalanan nyantri dari Karanggawang  Sidorejo ke Bendo ditempuh dengan jalan kaki, sebuah perjuangan memburu ilmu yang sangat dramatis dan heroik,” ucapnya. 

Menurutnya, inilah salah satu kehebatan para kiai-kiai terdahulu, untuk mendapatkan ilmu yang manfaat ditempuh melalui perjuangan yang tidak ringan. Karena itu para santri jangan melupakan acara haul agar jejak sejarah perjuangan para masyayekh tetap terpatri dan menginspirasi para santri yang sedang ngaji.

“Pengembaraan memburu ilmu diakhiri tahun 1958. Pulang dari mondok Kiai Makhsum langsung melayani masyarakat dengan mendirikan Fesantren Fathul Huda di tanah kelahirannya dan aktif di Jamiyah Nahdlatul Ulama dari ranting hingga cabang Demak tanpa putus,” ungkapnya.