Dimakamkan 4 Tahun Lalu Jasad Mbah Moen Masih Utuh, Berikut Biografi KH Maimoen Zubair

Kabar mengejutkan sekaligus luar biasa datang dari Makkah. Jasad salah satu ulama besar Indonesia yakni KH Maimoen Zubair dikabarkan masih dalam kondisi utuh ketika makamnya di Mekkah dibongkar.

Agustus 27, 2023 - 03:15
Dimakamkan 4 Tahun Lalu Jasad Mbah Moen Masih Utuh, Berikut Biografi KH Maimoen Zubair

Jakarta, JATMAN Online – Kabar mengejutkan sekaligus luar biasa datang dari Makkah. Jasad salah satu ulama besar Indonesia yakni KH Maimoen Zubair dikabarkan masih dalam kondisi utuh ketika makamnya di Mekkah dibongkar.

Kabar masih utuhnya jasad KH Maimoen Zubair itu sempat dibagikan oleh pengguna akun Youtube Alman Mulyana.

Alman menjelaskan bahwa makam di Kota Mekkah itu selalu dibongkar selama 4 tahun sekali. Salah satunya yang tengah melakukan kegiatan pembongkaran yakni di komplek pemakaman bersejarah Jannatul Ma’la.

Di komplek tersebut terdapat makam keluarga Rasullah. Selain itu ada pula ulama besar Indonesia yakni KH Maimoen Zubair.

“Jannatul Ma’la ini terdapat makam keluarga Rasulullah termasuk juga makam ulama besar Indonesia yaitu KH Maimoen Zubair. Hari ini dibongkar dan luar biasanya makam KH Maimoen Zubair itu yang dibongkar ditutup kembali karena jasadnya masih utuh,” ungkapnya.

Untuk membuktikannya, ia bahkan sempat menyambagi tempat jasad KH Maimoen Zubair dimakamkan.

Dari video yang diperlihatkan terlihat bekas pembongkaran makam KH Maimoen Zubair yang kemudian ditutup kembali. Ia memperlihatkan pula batu nisan yang bertulis nama KH Maimoen Zubair di atas liang yang baru saja dibongkar itu.

Biografi KH Maimoen Zubair: Keturunan Sunan Giri

KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) dikenal sebagai kiai atau ulama kharismatik dari indonesia. Selain menjadi seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai seorang politikus. Berikut profil dan biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen).

Mbah Moen adalah putra pertama dari pasangan Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Beliau dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928.

Dari jalur silsilah kakek, nasab Mbah Moen sampai kepada Sunan Giri. Berikut adalah jalur silsilah nasab Mbah Moen: KH. Zubair bin Mbah Dahlan bin Mbah Carik Waridjo bin Mbah Munandar bin Puteh Podang (desa Lajo Singgahan Tuban) bin Imam Qomaruddin (dari Blongsong Baureno Bojonegoro) bin Muhammad (Macan Putih Gresik) bin Ali bin Husen (desa Mentaras Dukun Gresik) bin Abdulloh (desa Karang Jarak Gresik) bin pangeran Pakabunan bin panembahan Kulon bin sunan Giri.

Sedangkan dari jalur silsilah Nenek yaitu, Nyai Hasanah binti Kiai Syu’aib bin Mbah Ghozali bin Mbah Maulana (Mbah Lanah seorang bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro).

Ayahnda Mbah Moen, Kiai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Kedua guru tersebut adalah sosok ulama yang tersohor di Yaman.

Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan.

Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras.

Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.

Keluarga Mbah Moen

KH Maimun Zubair (Mbah Moen) diketahui bahwa beliau menikah dengan nyai Hj Fatimah yang merupakan anak dari KH Baidhowi Lasem. Istrinya Hj Fatimah meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2011. KH Maimun Zubair (Mbah Moen) juga diketahui menikah dengan wanita bernama Nyai Masthi’ah, anak dari KH Idris asal Cepu.

Nama-nama putra-putri beliau diantaranya:

KH. Abdullah Ubab
KH. Gus Najih
KH. Majid Kamil
Gus Abd. Ghofur
Gus Abd. Rouf
Gus M. Wafi
Gus Yasin
Gus Idror
Sobihah (Mustofa Aqil)
Rodhiyah (Gus Anam)

Pendidikan

Dalam riwayat pendidikannya, sejak kecil Mbah Moen sudah dibimbing langsung oleh orangtuanya dengan ilmu agama yang kuat, mulai dari menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.

Pada usia yang masih muda, beliau sudah hafal beberapa kitab di luar kepala di antaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Selain itu, beliau juga mampu menghafal kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.

Pada tahun 1945 beliau memulai pendidikannya ke Pondok Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.

Setelah itu selesai, kemudian beliau kembali ke kampungnya, mengamalkan ilmu yang sudah beliau dapat. Kemudian pada tahun 1950, beliau berangkat ke Mekkah bersama kakeknya sendiri, yaitu KH. Ahmad bin Syu’aib untuk belajar dengan ulama di Mekkah.

Di antaranya adalah Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly. Disana ia belajar selama 2 tahun.

Pada tahun 1952, Mbah Moen kembali ke Tanah Air. Setiba di Indonesia Mbah Moen kemudian melanjutkan belajar ke beberapa ulama di tanah Jawa. Guru-guru beliau adalah Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abui Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.

Mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar

Setelah dirasa cukup untuk menimba ilmu, akhirnya Mbah Moen kembali ke Sarang dan mengabdi kepada masyarakat di sana.

Pada tahun 1965, Mbah Moen mendirikan Pesantren al-Anwar. Pesantren inilah kemudian menjadi rujukan para orang tua, untuk memondokan anaknya untuk belajar kitab kuning dan turats.

Sehingga akhirnya, masyarakat Sarang mengenal KH Maimoen Zubair sebagai sosok ulama yang kharismatik.

Karier Politik dan Kiprahnya di NU

Selain menjadi seorang pengasuh Al-Anwar Sarang, Pada tahun 1971, Mbah Moen terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR wilayah Rembang hingga tahun 1978. Kemudian pada tahun 1987, beliau menjadi Anggota MPR RI utusan Jawa tengah hingga tahun 1999.

Kemudian semasa jabatan politiknya di MPR RI, Mbah Moen juga pada tahun 1985 hingga 1990 dikenal aktif dalam NU, Mbah Moen pernah menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jam’iyah Thariqah NU.

Pada tahun 1995 hingga 1999, Mbah Moen juga aktif dalam organisasi partai seperti menjadi Ketua MPP Partai Persatuan Pembangunan, dan kemudian menjadi Ketua Majelis Syari’ah PPP sejak 2004.

Karya-Karya Mbah Moen

  • Nushushul Akhyar adalah kitab karangan Mbah Moen yang menjelaskan tentang penetapan awal puasa, Idul Fitri dan pembahasan terkait tempat Sa’i.
  • Tarajim Masyayikh Al-Ma’ahid Ad-Diniah bi Sarang Al-Qudama’ merupakan kitab yang ditulis oleh Mbah Moen yang berisi biografi lengkap ulama-ulama Sarang.
  • Al-Ulama’ Al-Mujaddidun kitab inilah yang sering di kaji oleh Gus Baha.
  • Maslakuk Tanasuk kitab ini menjelaskan tentang sanad thoriqot Mbah Moen kepada Sayyid Muhammad Al Maliki dan berisi pembahasan lainnya.
  • Kifayatul Ashhab.
  • Taqirat Badi Amali.
  • Taqrirat Mandzumah Jauharut Tauhid.

Wafat di Makkah

Tahun 2019 saat menunaikan ibadah haji, pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 pagi KH. Maimoen Zubair wafat. Atas keinginan sendiri (wasiat) kepada anak-anaknya, beliau ingin dimakamkan di pemakaman Ma’la di Makkah, Arab Saudi.

Beliau tutup usia pada dalam umur 90 tahun. Wallahua’lam.