Kilwonan, Habib Luthfi Jelaskan Keterkaitan Ridla dan Mahabbah

Dalam Kitab Jami'ul Ushul al-Aulia’ diterangkan bahwa ridla itu terbagi menjadi tiga bagian. Dan pada kesempatan ini, Maulana Habib Luthfi bin Yahya baru menjelaskan ridla di tingkatan paling bawah, yaitu ridlanya orang awam.
Dari segi beragama, ridlanya orang-orang awam itu mau menerima dan ridla beragama Islam, sehingga kita sering mengucapkan,
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Aku ridla Allah Tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai utusan.”
Dari sini seharusnya kami sepakat bahwa kami ridla diagamai agama Islam dan orang awam dan harus ridla jika sudah menerima agama Islam. Itulah Maqamatur Ridla-nya orang awam.
Sedangkan Maqamatur Ridla dalam tasawuf memiliki kedudukan yang paling tertinggi yang di bawahnya ada Maqamatul Mahabbah. Kedua maqam ini tidak bisa dipisah-pisahkan karena ridla akan menerima keberadaan apa adanya.
Sebagai contoh dalam kehidupan berumah tangga. Setiap keluarga memiiki rizki yang berbeda-beda, ada pasang dan surut. Ketika kita memiliki rizki yang banyak, maka alhamdulillah, mungkin kita bisa menambah lauk pauk untuk makan. Tapi bilamana dalam berumah tangga ekonominya pas-pasan, untuk makan sehari-hari hanya ada ikan saja, atau tempe saja, atau sambal saja, bahkan hanya garam sekalipun, maka itupun seharusnya itu juga sudah alhamdulillah.
Hal tersebut bisa diterapkan karena kita sudah berada dalam Maqamatur Ridla. Sehingga kita tidak akan kecewa atau menggerutu. Justru kita akan kembali kepada Allah bahwa itu rizki itu datangnya dari Allah Swt, dan kita sangat menghormati kepada yang memberikan rizki walaupun bentuknya hanya ikan asin atau sambal atau lalapan. Lagi-lagi karena ridla.
Sebaliknya, jika kita belum sampai pada Maqamatur Ridla, meskipun ada banyak jenis masakan dan lauk pauk, hatinya akan tetap tidak menerima dan sifat tamak itu terus merangsang dan mempengaruhi. Ini baru tingkat makanan belum tingkat penyakit.
Ridla yang demikian itu, pada dasarnya didukung oleh kecintaan yang luar biasa (Mahabbah). Seorang suami yang sudah mempunyai Maqamatur Ridla, ketika melihat istrinya yang sudah banyak penyakit, fisiknya berubah karena sudah banyak melahirkan, pasti akan menerima dan menikmati pemberian Allah Swt. Begutupun sebaliknya, istrinya pun akan ridla ketika melihat suaminya yang dulunya kuat mencari nafkah, karena fisiknya sudah mulai menurun maka ia memaklumi saja.
Hati, agar tidak kemasukan nafsu syaitan maka bentengnya adalah mahabbah dan ridla. Kalau cintanya semakin berkembang, istri akan memahami betapa beratnya suami dalam mencari nafkah. Maka yang ada bukan saling menuntut melainkan saling menerima dan mengembalikannya kepada Allah Swt.
Karena kecintaannya inilah akhirnya memunculkan Maqamatur Ridla dan ini yang istimewa. Sepele tapi berat. Maka, jika ingin mencapai Maqamatur Ridla,capailah derajat mahabbah kepada Allah Swt. Jika sudah sampai pada derajat mahabbah, ia akan meloncat ke ridla dan apapun yang dikehendaki Allah Swt. ia akan rela dan senang karena cintanya yang luar biasa kepada Allah Swt. Dan cinta ini menjadi syarat agar apa yang diberikan oleh-Nya selalu membuat kita bahagia, hingga akhirnya kita dapat mencapai Maqamatur Ridla.