Wakil Katib Syuriah PWNU Jabar: Pagari Diri dari Segala Dosa

Bogor, JATMAN Online – KH. Cep Herry Syarifudin, Wakil Katib PWNU Jawa Barat dan juga sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrahim, yang berlokasi di Jl. Raya Cileungsi – Jonggol, Mekarsari, Kec. Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sebagai Pengasuh Pesantren yang aktif mengajar mengajar Ilmu Alat yakni Nahwu dan Shorof, dengan keahliannya menghasilkan buah karya Buku Praktis Sistim Belajar Selama 17 jam Selama 5 Hari Baca kitab kuning.
KH Cep Herry Syarifudin, sebagai seorang Kiai selalu meluangkan kepada santri dan jamaahnya untuk pendalam materi keislaman. Kali ini beliau menceritakan pengalaman saat ditanya oleh seseorang terkait pagar diri dari dosa sebagai berikut :
Ada seorang kyai bertanya kepada saya, kalau kendaraan atau harta bisa ditemukan cara memagarinya dari musibah serta kejahatan manusia dan jin, terus bagaimana caranya agar seseorang bisa memagari dirinya dari dosa, sehingga tidak mudah begitu saja berbuat maksiat?
Berdasarkan petunjuk ayat, hadits dan ulama salafus saleh, setidaknya ada 7 (tujuh) cara kita agar bisa mengendalikan diri untuk tidak gampang melakukan maksiyat yaitu :
- Berdzikir setiap saat.
Dosa itu timbul akibat dari godaan atau bujuk rayu setan. Sedangkan setan itu akan lari atau takut kepada orang yang berdzikir. Maka jika ingin menghindari perbuatan dosa, sering-seringlah berdzikir. - Memfungsikan akal sehat dan hati nuraninya. Kedua potensi ilahiah ini harus kita jadikan sebagai panglima dalam setiap langkah, sikap dan ucap kita. Jangan sampai nafsu mengambil alih kendali diri seseorang. Berpikirlah dan pertimbangkanlah sematang mungkin jika ingin melakukan sesuatu. Jika bermanfaat dan mendatangkan kebaikan bagi diri dan orang lain, maka kerjakanlah. Namun jika sebaliknya akan menimbulkan kemafsadatan (kerusakan) dan kemadharatan (kerugian,bahaya) maka tinggalkanlah atau urungkanlah, jangan coba-coba dikerjakan.
- Seringlah berpuasa.
Sejatinya orang itu berbuat dosa karena dorongan hawa nafsunya. Sedangkan hawa nafsu itu semakin kuat jika banyak makan dan minum. Maka jalan melemahkannya adalah dengan menyedikitkan makan dan minum alias berpuasa. Puasa ini akan menjadi wahana seorang mukmin untuk berlatih mengendalikan hawa nafsunya. - Rajin bersholawat.
Sesungguhnya sholawat itu bisa menjadi penghapus dosa dan pembentuk akhlaqul karimah. Berkah sholawat, orang yang berakhlak buruk bisa berubah menjadi hamba yang berbudi pekerti luhur dan mulia. Jadi tidak aneh jika orang yang rajin bersholawat, maka akan membimbingnya risih melakukan kemaksiatan. - Terus menuntut ilmu.
Setan itu lebih takut kepada seorang alim yang wara’i (menjauhi yang haram dan syubhat) daripada seribu orang bodoh yang suka beribadah. Dengan terus menuntut ilmu, kita akan tahu jerat-jerat setan dalam menjerumuskan manusia dalam lumpur dosa dan bagaimana cara mengatasinya atau keluar dari jebakan setan tersebut. Selain itu juga orang yang alim itu tidak mudah putus asa dengan beban dosa sekaligus pula tidak berani mempermainkan ampunan Tuhan. - Ingat akan murkanya ALLAH terhadap para pembangkang.
Dalam Al-Qur’an dan hadits terungkap bagaimana ALLAH dengan sangat mudah membinasakan orang-orang kafir dan para pendosa yang tidak mau bertobat, kembali kepada jalan yang benar, bahkan membangkang dan menantang para Rasul (utusan-utusan)Nya. Apalagi jika mengingat ngeri dan meruginya orang yang mati su’ul khotimah(akhir hidup yang buruk), meninggalkan dunia tanpa iman yang copot gara-gara melakukan maksiyat. Dengan mengingat ini, niscaya kita akan berpikir ulang untuk melakukan suatu kemaksiatan. - Merasakan keberadaan ALLAH kapanpun dan di manapun kita berada (muroqobah).
Hal terakhir ini memang tidak mudah diterapkan oleh setiap orang. Namun walau bagaimanapun harus terus diusahakan agar bisa sampai ke arah ini. Dengan menyadari bahwa ALLAH SWT senantiasa Maha Mengetahui segala gerak-gerik kita, Maha Melihat dan Maha Waspada terhadap apa saja yang diperbuat oleh semua makhlukNya, serta Maha Mendengar semua perkataan bahkan isi hati manusia, dijamin kita tidak akan berani berbuat dosa.
Pewarta : Abdul Mun’im Hasan