Gus Yahya Sebut Fikih Peradaban Putus Berbagai Masalah Kekerasan Dunia

Jakarta, JATMAN Online – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengungkapkan bahwa fikih peradaban merupakan platform untuk memutus berbagai permasalahan kekerasan melanda dunia yang penuh keragaman.
“Maka PBNU berikhtiar untuk menyediakan satu platform bagi para ulama yang mungkin saling berbeda pendapat untuk menemukan kata putus tentang hal-hal paling strategis di dalam kehidupan umat manusia ini di tengah-tengah masyarakat dunia yang penuh keragaman,” kata Gus Yahya, dilansir Antara, Selasa (04/04).
Ia mengatakan belum ada penjelasan mengenai syariat yang bisa menerima konstruksi negara bangsa yang berdemokrasi seperti Indonesia.
“Karena dalam konstruksi negara bangsa ini ada banyak hal-hal baru yang tidak matching lagi, tidak bersesuaian lagi dengan wawasan lama tentang negara dan kepemimpinan politik,” ujarnya.
Misalnya, ungkap Gus Yahya, satu pertanyaan saja kalau dikatakan di dalam wacana syariat itu selalu dibutuhkan adanya seorang Hakim yang bisa memberi kata putus terhadap segala macam perselisihan sehingga ada kaidah “Hukum al-hakim yarfa’u al-khilaf”, keputusan pemerintah memutus perselisihan.
“Karena itu, pemerintahan disebut hukuman karena memberi kata putus dalam perselisihan apa pun di dalam masyarakat termasuk dalam perselisihan keagamaan,” jelasnya.
Kalau dulu, bebernya melanjutkan, hakimnya adalah imam.
“Imam, ya, khalifah. Khalifah itu ya sultan. Lah kalau negaranya ini negara demokrasi, hakimnya siapa? Apakah Presiden memenuhi syarat menjadi hakim?” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya menyampaikan bahwa kelompok yang menolak negara bangsa dan menggunakan kekerasan untuk mewujudkan cita-citanya itu juga mendasarkannya pada dalil-dalil Al Quran dan hadits.
Karenanya, ia menegaskan bahwa perlu dasar pijakan yang bisa menjadi dalil agar kehidupan yang harmoni dapat terwujud.
“Maka mendesak sekali bagi kita semua untuk segera menemukan suatu landasan agar keseluruhan kehidupan umat manusia ini bisa dibangun di atas prinsip-prinsip interaksi, prinsip-prinsip pergaulan kemanusiaan yang lebih menjamin perdamaian,” tandasnya.