Tasawuf Aceh; Mengungkap Kembali Khasanah Klasik Keislaman Tanah Rencong

September 19, 2023
Tasawuf Aceh; Mengungkap Kembali Khasanah Klasik Keislaman Tanah Rencong

Sejarah seakan berulang. Apa yang terjadi hari ini seolah terjadi lagi di masa depan. Mungkin saja dengan tempat dan objek yang berbeda. Namun, nilai dan hakikatnya selalu sama. Ini yang dikatakan Allah dalam al-Quran bahwa manusia mesti belajar dari apa yang dialami oleh nenek moyangnya. Apa yang baik dari mereka mesti menjadi pelajaran dan apa yang keliru yang telah mereka lakukan, maka hendaknya kita menghindarinya. Tujuannya, manusia dapat memperoleh kebahagiaan hidup di didunia dan tempat kembali yang baik di akhirat kelak.

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah salah satu usaha untuk menulis sebagai khasanah klasik Aceh, agar kekayaan dan kebanggaan Aceh masa lalu dapat memerikan manfaat untuk kahidupan masyarakat saat ini, bukan hanya untuk masyarakat Aceh sendiri, namun untuk umat Islam Melayu seluruhnya. Khusus bagi Aceh, khasanah pemikiran klasik ini semakin penting untuk melacak jejak Syariat Islam dalam sejarah Aceh masa lalu. Selama ini Syariat Islam selalu dikaitkan dengan kemajuan Aceh tempoe doloe.  Bagaimana mungkin ia bisa menjadi rujukan jika rujukan itu sendiri tidak jelas bentuknya? Hanya dengan studi khusus mengenai faham beragama masyarakat Aceh masa lalu sajalah kita bisa mendapatkan sebuah konstruk pemahaman dan pelaksanaan Syariat Islam masa lalu di Aceh untuk bisa menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat kita saat ini.

Dorongan yang paling besar dari penulisan ini adalah tumbuhnya semangat menulis dan diskusi tentang berbagai masalah di Aceh, baik yang menyangkut sejarah ataupun masalah Aceh, baik yang menyangkut sejarah ataupun masalah kontemporer di kalangan anak muda Aceh saat ini. Wacana penulisan dan pengkajian berbagai khasanah klasik Aceh mendapat porsi besar dalam pembicaraan di warung kopi dan  milis. Beberapa “anak muda gila” menginginkan diskusi tersebut menjadi sebuah relita yang tertulis. Apalag ada di antara mereka yang memiliki bukti historis mengenai sejarah Aceh masa lalu berupa benda budaya dan catatan lama (manuskrip). Sangat disayangkan jika saja potensi tersebut  tidak direalisasikan dalam wujud studi yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh banyak orang.

Studi ini merupakan langkah awal untuk “memotret” pemikiran dan perkembangan tasawuf di Aceh masa lalu, sekaligus realisasi  semangat yang tercecer  di warung kopi. Bagi saya tasawuf Aceh masa lalu bukanlah sekadar tasawuf sebagaimana dipahami saat ini, namun ia adalah Islam itu sendiri. Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Islam di Aceh pada masa lalu dan dokumen-dokumen tertulis yang diperoleh saat ini diberbagai tempat, menunjukkan kalau Islam yang berkembang di Aceh masa lalu adalah Islam dalam dimensi tasawuf. Meskipun dalam sejarah  tercatat Ar-Raniry pernah melakukan mihnah untuk faham wujudiyah Hamzah Fansuri  dan Syamsuddin as-sumatrani, namun ia juga mengembangkan tasawuf Rifa’iyah dalam masyarakat Aceh. Berbagai buku yang dikarangnya juga tidak terlepas dari dimensi tasawuf. Hanya saja, arraniry akhirnya mempengaruhi sultan untuk memberikan tindakan politik bagai ajaran Hamzah Fansuri dan pengikutnya.

Namun demikian, saya mengakui kajian ini tidak akan sampai ke tangan pembaca tanpa bantuan beberapa antuan teman. Terutama sekali, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk BANDAR PUBLISHING yang dimotori oleh Mukhlisuddin Ilyas , Lukman Emha, Husaini Nurdin,Tgk. Jabbar dan Khairul Umami. Atas dorongan dan motivasi, serta beberapa koreksi yang mereka berikan menjadikan buku ini menurut saya menjadi sempurna. Tanpa Mukhlis dkk, mungkin buku ini masih “bersemayam” dalam hard disk laptop, berupa out line dan draf kasar, ataupun sebuah cerita yang selalu saya lantunkan di warung kopi.

Saya juga mengucapkan terima kasih untuk  teman-teman di warkop Philo-Sophia, atas internet gratis dan tentu saja yang paling penting  adalah diskusi-diskusi “langit”. Terima ksih untuk bapak Zulkarnaini di Pustaka Paskasarjana IAIN ar-Raniry Banda Aceh, Bapak Sayed di Pustaka Ali Hasimy, dan Prof. Yusny Saby yang telah memberikan komentar untuk buku ini. Pengantar ini bukan hanya mengantarkan pembaca pada pemahaman yang benar mengenai tasawuf, namun juga mengantarkan saya memahami dengan tepat apa yang telah saya tulis.

Terima kasih ta’zim saya sampaikan kepada Nur Ibrahim NK, orang tua dan guru saya sepanjang masa. Dari beliaulah Allah curahkan saya kecintaan pada pengetahuan, dan keterbukaan hati untuk menghormati perbedaan dalam hidup. Terima kasih juga untuk iu dan adik-adik saya semuanya. Mereka semua adalah para “profesor” yang di hadapan mereka saya menjadi bodoh, bahkan untuk menyelesaikan masalah-masalah sepele sekalipun. Terima kasih juga untuk keluarga Yahbit dan Pakloet di Banda Aceh yang menjadi rumah kedua dalam kehidupan saya saat ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada saudari Cut Aina Shaharina Putri yang menjadi teman diskusi dalam masalah non teknis, apapun dalam kehidupan saya. Salam untuk bapak dan keluarga semuanya.

Saya menyadari karya ini tidaklah sempurna dan masih jauh dari sebuah studi ilmiah sebagaimana layaknya. Saya masih bahkan terlalu banyak menggunakan referensi sekunder dan bahkan beberapa di antara sebenarnya  tidak layak dijadikan rujukan. Namun saya tetap berharap, sumbangan pemikiran dan kajian ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan kajian sejarah di Aceh. Dan yang paling penting, ini dapat menjadi semangat awal bagi teman-teman kelompok diskusi yang selama ini hanya membuang ide di bawah kolong meja kedai kopi. Mari kita mulai menulis! Saya tidak mau mendengar apa yang ada katakan, tapi saya mau membaca apa yang anda pikirkan.[]