Sufisme Layak Dijadikan Mediator

September 19, 2023
Sufisme Layak Dijadikan Mediator

Jakarta, JATMAN.OR.ID: Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) menyelenggarakan seminar online bertajuk Penguatan Nilai-Nilai Sufistik dalam Pembelajaran di Sekolah/Madrasah, Jumat, 6/11 kemarin, yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali pada ruang Zoom.

Dalam dekade terakhir ini konflik menjadi fenomena kontemporer yang melanda seluruh dimensi kehidupan manusia. Konflik dalam ragam rupanya baik ekonomi, politik bahkan antar peradaban sering membawa dan mengatasnamakan agama. Islam yang mengajarkan cinta kasih dan perdamaian didistorsi menjadi Islam yang mengajarkan konflik. Islam seringkali disebut-sebut sebagai motif utama gerakan radikalisme, ekstrimisme, fundamentalisme dan lain-lain. Disinilah pro-kontra itu dimulai. Sebab, Islam yang dipahami mayoritas adalah agama damai, terang KH. Z. Arifin Junaidi Ketua LP Ma’arif NU PBNU dalam paparannya.

Di era kehidupan modern yang penuh problem atas nama agama ini, sufisme layak dijadikan mediator bagi terciptanya masyarakat yang multi agama dan pemahaman agama yang rukun dan damai, imbuhnya.

Dalam kajian kontemporer, sufisme terbukti aktif mempopulerkan pendekatannya sendiri yang kompatibel dengan pluralisme, demokrasi, toleransi dan koeksistensi. Ajaran cinta, kasih dan sayang dalam sufisme adalah aspek-aspek yang paling sering disuarakan untuk mendialogkan Islam dengan kebutuhan hidup kontemporer khususnya di saat dunia dipenuhi oleh perang, pembunuhan dan penindasan. Kaum sufi memiliki cara sendiri dalam mengajarkan Islam yang penuh cinta kasih, jelasnya.

Pada seminar kali ini dihadiri oleh 2 pembicara lain yaitu Prof Dr. KH. Said Agil Siroj. MA. (Ketum PBNU) dan KH. Muhammamad Mansyur Hadziq (PP. Ushuluddin Salaman Magelang).

Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) merupakan salah satu aparat departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Didirikannya lembaga ini di NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar (1918), disusul dengan Tashwirul Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan (1924) yang merupakan gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi Nadhlatul Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1334 H, yaitu: (1) wawasan ekonomi kerakyatan; (2) wawasan keilmuan, sosial, budaya; dan (3) wawasan kebangsaan.[Af]