Ratib dan Hizb perlu Ijazahkah dalam Mengamalkannya?

September 27, 2023
Ratib dan Hizb perlu Ijazahkah dalam Mengamalkannya?

Menurutnya yang membedakan suatu ratib dengan ratib lain, atau hizb dengan hizb lainnya, adalah asrar atau rahasia-rahasia yang terkandung dalam setiap rangkaian ayat, doa, atau kutipan hadits, yang disesuaikan dengan waqi’iyyah (latar belakang penyusunan)-nya.

Namun, meski muncul pada waqi’ yang sama dan oleh penyusun yang sama, ratib sejak awal dirancang oleh para awliya untuk konsumsi umum, meski tetap mustajab. Semua orang bisa mengamalkan untuk memperkuat benteng dirinya, bahkan tanpa perlu ijazah. Meski tentu jika dengan ijazah lebih afdhal.

Rois ‘Aam Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabarah (JATMAN) menjelaskan sementara dengan hizb, sejak awal dirancang untuk kalangan tertentu yang oleh sang wali (penyusun) dianggap memiliki kemampuan lebih, karena itu mengandung dosis yang sangat tinggi. Hizb juga biasanya mengandung banyak sirr (rahasia) yang tidak mudah dipahami oleh orang awam, seperti kutipan ayat yang isinya terkadang seperti tidak terkait dengan rangkaian do’a sebelumnya padahal yang terkait adalah asbabun nuzul-nya. Hizb juga biasanya mengandung lebih banyak Ismul A’zham (asma Allah yang agung), yang tidak ada dalam ratib.

Habib Luthfi melanjutkan pembahasannya, dan yang pasti, hizb tidak disusun berdasarkan keinginan sang ulama, karena hizb rata-rata merupakan ilham dari Allah SWT: Ada juga yang mendapatkannya langsung dari Rasulullah SAW seperti Hizbul Bahr, Hizbul Nasr, Hizbul Khofi, yang disusun oleh Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili ; Hizb Nawawi, yang disusun oleh Imam an Nawawi. Karena itulah, hizb mempunyai fadhilah dan khasiat yang luar biasa.

Selanjutnya, Habib Luthfi ketika menjelaskan hizb dan ratib mengibaratkannya seperti kapsul, atau tablet, tentu tidak mempunyai dosis yang sama. Demikian juga dosis obat antibiotik dan vitamin. Jika yang satu bisa diminum sehari tiga kali, yang lain mungkin hanya boleh diminum satu kali dalam sehari. Bahkan vitamin, yang jelas-jelas berguna pun jika diminum melebihi dosis yang ditentukan dokter; efeknya akan berakibat buruk bagi tubuh. Badan bisa meriang atau bahkan kera­cunan. Begitu pula halnya dengan hizb dan ratib bukan langsung mengambil dari maknanya yang baik dan hebat saja agar nantinya tidak over dosis.

Habib Lutfi juga menejelaskan bahwa ratib itu dosisnya sudah direndahkan karena diambil langsung dari lisan baginda Rasulullah supaya siapapun boleh membaca dan mengamalkannya. Misalnya Ratib Al Hadad, Ratib Al Athas. Setiap ratib juga memiliki keistimewahan tersendiri dan saling melengkapi serta tidak saling berebut. Jadi, jangan sekali-kali merendahkan salah satu ratib, karena itu mencakup tentang akhlak dan adab. Ada juga Ratibul Kubra, kenapa dinamakannya seperti itu? Karena fatihah didalamnya waliyul kutub semuanya maka disebut ratibul kubra, jadi ini bukan ratib kubra.

Menurutnya sedangkan dalam hizb, ada syarat usia yang cukup bagi pengamal hizb. Sebab orang yang sudah mengamalkan hizb biasanya tidak lepas dari ujian. Ada yang hatinya mudah panas, sehingga cepat marah. Ada yang, karena Allah SWT, menampakkan salah satu hizbnya dalam bentuk kehebatan, lalu pengamalnya kehilangan kontrol terhadap hatinya dan menjadi sombong. Ada juga yang berpengaruh ke rezeki, yang selalu terasa panas sehingga sering menguap tanpa bekas, dan sebagainya.

Karena itu pula diperlukan ijazah dari seorang ulama yang benar-benar mumpuni dalam arti mempunyai sanad ijazah hizb tersebut yang bersambung dan mengerti dosis hizb. Selain itu juga diperlukan guru yang shalih yang mengerti ilmu hati untuk mendampingi dan ikut membantu si pengamal dalam menata hati dan menghindari efek negatif hizb.

Habib Lutfhi mengingatkan dalam pengamalan ratib atau hizb bisa dilaksanakan secara istiqamah karena istiqamah sangat penting dan sangat sulit untuk melakukannya.