Menjaga Ikhtiar dengan Istiqamah menurut Qs Al-Baqarah Ayat 74

September 20, 2023
Menjaga Ikhtiar dengan Istiqamah menurut Qs Al-Baqarah Ayat 74

Kehidupan manusia di dunia tak sedikitpun terlepas dari ikhtiar. Tidak mungkin seorang hamba bisa memperoleh apa yang ia mau jika tidak bergerak sama sekali. Bahkan seekor burung pun harus berikhtiar untuk mendapatkan makanan.

Sayangnya rata-rata orang ikhtiar tidak sampai pada level istiqamah. Kita seringkali menggebu-gebu untuk mendapatkan sesuatu, namun ketika sesuatu itu sudah didapatkan, ghirah untuk tetap konsisten menjaganya lama-lama kian berkurang.

Begitupun dengan proses menuju pribadi yang lebih baik. Tentu akan banyak pihak yang tidak rela akan terjadinya hal itu. Di situlah perlu ada kemantapan hati untuk memiliki niat yang besar serta komitmen yang kuat.

Ada tafsir menarik dari seorang motivator yang disampaikan berdasarkan al-Quran Surat al-Baqarah ayat 74. Pada ayat tersebut berbunyi,

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Pada awalnya, asbabun nuzul ayat tersebut menurut Ibnu Katsir adalah celaan dan kecaman terhadap Bani Israil atas sikap mereka setelah menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala dan kemampuan-Nya menghidupkan orang yang sudah mati.

Namun, dalam perspektif yang berbeda, ayat tersebut juga menyimpan makna lain yang tidak bisa dihiraukan bergitu saja.

Pertama, bunyi ayat ‘“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras’  menyimpan penjelasan mengenai strata di sana. Di mana awalnya hati adalah benda yang lunak. Kemudian karena perilaku buruk hati tersebut menjadi keras, setelah lama-lama mengeras ia akan berubah seperti batu. Jika tidak kunjung membaik perilaku kita, maka jangan heran jika hati juga bisa lebih keras dari batu atau seperti baja. Seperti itulah keadaan hati hamba yang terus-menerus  melakukan perbuatan dosa.

Padahal, dalam lanjutan ayat tersebut, berbunyi, “Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya.”

Artinya, Allah selalu memberi kesempatan, bahwa sekeras apapun hati kita, jika kita menghendaki untuk menuju pada kebaikan, selalu ada jalan untuk melakukan hal itu kendati kuantitasnya masih relatif sedikit. Sebagaimana Allah selalu memberi jalan pada air sungai untuk menuju hilir dan menghidupi banyak nyawa meskipun di tengah-tengahnya terdapat tumpukan batu-batu besar.

Namun, konsistensi air yang kian hari kian deras, menyebabkan batu-batu yang ada pada sungai tersebut menjadi tebelah dan memancarkan aliran air di antaranya seperti bunyi ayat, “Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya.”

Sama halnya dengan hati manusia yang selalu ikhtiar untuk menuju  kebaikan, hati yang tadinya sekeras baja dapat kembali menjadi lunak dan bahkan bisa jadi lebih lunak dari sebelumnya. Hal itu terjadi karena komitmen hamba untuk terus-menerus melakukan kebaikan.

Terlebih, jika dikehendaki Allah, seorang hamba bisa mengalami perubahan yang sangat drastis ketika ia mengalami kondisi, di mana menemukan titik balik yang dapat mengubah kehidupan seseorang dari kondisi kehidupan yang terpuruk.

Peristiwa Umar bin Khattab misalnya. Siapa yang akan mengira, orang yang paling membenci Islam menjadi orang yang paling membela Islam sepenuh jiwa raganya. Inilah yang dimajazkan ayat tersebut dengan “Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah”

Betapa hebatnya peristiwa yang dihadirkan oleh Allah. Bahkan batu yang demikian keras, bisa terbawa arus sungai hingga jatuh dan menjadi butiran-butiran pasir. Demikian pula hati yang selalu berpotensi untuk menerima hidayah Allah dalam kondisi apapun.

Dan pada akhirnya, Allah tidak melihat hasil yang capai. Namun bagaimana proses seorang hamba yang tertatih-tatih demi menuju kebaikan yang hakiki. Aliran sungai adalah representasi amal yang selalu dijalankan. Oleh sebab itu dalam ayat tersebut ditutup dengan kalimat,  “Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” Karena sekecil apapun yang usaha yang dikerjakan oleh hamba, tidak pernah terlepas dari pantauan Allah. Dari yang awalnya hanya mengalir sedikit demi sedikit di antara celah-celah batu, karena keistiqamahannya, menjadi  teratur di hamparan sungai lepas dan bahkan mengalir lebih deras ketika sampai di muara.

Lalu di mana letak batu keras itu? Akan terkikis oleh tingginya debit air yang tidak henti-hentinya membanjiri.  

Untuk itu, ikhtiar hanya akan maksimal jika meliputi hal-hal berikut, yaitu niat dan ilmu, perjuangan yang semaksimal mungkin, pengorbanan yang perlu dipaksa, istiqamah serta senantiasa berdoa kepada Allah.