Mengenal Tekwinan: Tradisi Unik Masyarakat Brebes Merayakan Maulid Nabi

Acara tekwinan diisi dengan suguhan berbagai macam makanan seperti buah-buahan, snack atau jajanan pasar yang diisi di atas layah

Okt 3, 2023 - 18:09
Okt 3, 2023 - 18:15
Mengenal Tekwinan: Tradisi Unik Masyarakat Brebes Merayakan Maulid Nabi
Ilustrasi: Gambar Tradisi Tekwinan

Bulan Maulud adalah bulan yang disambut sukacita oleh umat Islam di Indonesia, tak terkecuali masyarakat dan sekitarnya.

Layaknya perayaan bulan Maulud di berbagai tempat, masyarakat Brebes pun menyambut dengan pembacaan sirah nabi dalam kitab iqd al-jauhar fii maulid an-nabiyyil azhar atau yang lebih dikenal dengan sebutan al-Barzanji. Sebuah masterpiece dari Syaikh Ja'far bin Husein bin Abdul Karim bin Muhammad al-Barzanji (w. 1177). 

Selain Barzanji, ada juga Kitab Burdah, Mahakarya Syaikh Syarafuddin Abu Abdullah Muhammad ibn Muhsin ibn Abdullah as-Shanhaji al-Bushiri al-Mishri (w. 1333 H). Dan Maulid Shimtudduror buah karya dari al-Habib Muhammad Ali al-Habsyi (w. 1333 H).

Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan metode halaqoh yang ditasmi' secara bergantian di masjid, mushala atau di rumah warga.

Kemudian dalam salah satu malam, yaitu pada malam ke delapan diisi dengan tradisi tekwinan sedangkan di malam dua belas dilaksanakan rolasan, yaitu membagikan hidangan makanan ke masing-masing rumah warga.

Namun yang akan dibahas disini adalah tradisi malam ke delapan, yaitu Tekwinan. Beragam penyebutan tradisi tekwinan seperti takwinan, layahan atau bada layah.

Acara tersebut diisi dengan suguhan berbagai macam makanan buah-buahan khas orang melahirkan (pisang, jeruk, apel, salak dll), snack dan jajanan pasar yang disajikan di atas layah (cobek kecil berbahan dasar tanah liat).

Namun di zaman sekarang penggunaan layah kini berganti menjadi baskom, piring, ember atau parcel. Masing-masing masyarakat membawanya untuk kemudian dibagikan secara acak.

Tradisi ini sudah berlangsung sejak tujuh abad yang lalu terhitung sejak zaman walisongo di abad ke 14 M. Hingga kini ummat Islam di daerah pantura khususnya masyarakat Brebes masih istiqomah melestarikan tradisi tekwinan.

Makna dan Tujuan Tradisi Tekwinan

Secara lughowi atau bahasa, takwinan atau tekwinan merupakan dari kata taqwa/takwa asal kata waqa-yaqi-wiqayatan kemudian diparagogisasi menjadi takwanan/takwinan hingga berkembang menjadi tekwinan.

Atau bisa juga diartikan sebagai buah akronim dari kalimat amr yaitu ittaqullah fii kulli zaman wa makan, bertakwalah kepada Allah SWT dimanapun dan kapanpun.

Selain itu secara historis konon sesepuh masyarakat Brebes menganggap bahwa adalah wujud syukur di bulan kelahiran nabi yang menggambarkan kegembiraan orag tua menyambut kelahiran.

Pada awalnya, hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengundang anak kecil agar mau diajak ke masjid untuk muludan yang biasanya dilakukan di waktu yang lama. Dengan disediakan aneka makanan maka diharapkan anak-anak menjadi betah dan semangat.

Maka dapat disimpulkan bahwa tradisi tekwinan memiliki makna ungkapan rasa syukur menyambut bulan kelahiran nabi sekaligus sarana untuk mengenalkan kepada anak-anak akan pentingnya menyambut bulan kelahiran Kanjeng Nab

Penulis: Hilda Rizqi Elzahra (Anggota MATAN Komisariat UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan)
Editor: Arip Suprasetio

Hilda Rizqi Elzahra Mahasiswi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan