Memaknai Rahman dan Rahim Allah Ketika di Atas dan di Perut Bumi

Jika Allah berbicara surga yang luasnya antara langit dan bumi, Dia menggunakan kata plural (الجنة). Tapi ketika Allah berbicara neraka, Dia menggunakan kata tunggal (النار). Artinya, rahmat Allah lebih luas dari murkanya. Ampunan Allah lebih dahulu dari marahnya. Kita berhadapan dengan Dzat yang Rahman dan Rahim. Ia lebih menyukai sebutan ‘Rahman dan Rahim’ menjadi sebuah branding atas Diri-Nya daripada nama-nama-Nya yang lain agar manusia dekat dengan kelembutan, nilai-nilai rahmat dan nilai-nilai yang menyejukkan hati.
Ketika Nabi Harun meninggal dunia, Nabi Musa membawa jenazahnya dan meletakkannya di liang lahat. Dari raut wajahnya, Nabi Musa menangis dan tampak bersedih hati. Kemudian Allah berfirman,
“Wahai Musa, mengapa engkau menangis? Apakah engkau menangis karena takut akan nasib saudaramu? Wahai Musa, ketahuilah, Aku menjamin dan mencintai hamba-hambaku saat di atas bumi, apa kau mengira Aku akan membiarkan hamba-hambaku di dalam perut bumi?”
Sesungguhnya rahmat Allah masuk ke dalam perut bumi melebihi yang ia berikan di permukaan bumi. Ini menunjukkan bahwa Allah sedang memberi bocoran jika kita tengah berada dalam luasnya Rahmat Allah itu. Maka aneh jika ada orang beriman yang takut mati, karena di situlah gerbang menjemput rahmat Allah dan ia akan hidup bersama-Nya. Sehingga, siapa yang menganggap dosanya tidak diampuni Allah, sesungguhnya ia mengkerdilkan Allah.
Syekh Ali Zainal Abidin berkata dalam doanya,
“Ya Allah, Seandainya aku tidak pantas untuk mendapatkan rahmat-Mu (dan kita memang tidak pantas mendapat Rahmat Allah), sesungguhnya rahmat-Mu pantas untuk datang menjemput kami.”
Jadi pada dasarnya yang besar itu adalah rahmat Allah. Sedangkan kita yang diberi rahmat bukan karena kita berhak, melainkan karena rahmat Allah-lah yang layak untuk datang kepada kita. Yang dipanjatkan Syekh Ali Zainal Abidin merupakan doa sekaligus ilmu, betapa rahmat itu amat besar.
Dalam mengimplementasi ke-Rahman dan Rahim-Nya Allah, Nabi Muhammad lah yang paling baik dalam merepresentasikan sifat tersebut dari semua makhluk-Nya di muka bumi ini.
Rasulullah bersabda,
الرّاحِمُونَ يَرْحَمُهمُ الرَّحمنُ، ارحَمُوا أهلَ الأرضِ يَرْحْمْكُم مَن في السّماء
“Orang-orang yang saling berkasih sayang akan disayang oleh Dzat yang Maha Penyayang. Maka sayangilah penduduk bumi maka Allah yang berada di atas langit akan menyanyangi kalian.” (HR Abu Dawud)
Artinya, siapa yang tidak menebarkan kasih kepada sesama, maka ia tidak akan mendapat rahmatnya Allah. Lalu apakah sekarang kita sudah merasa memberikan kasih sayang pada sesama? Atau jangan-jangan belum, tapi kita selalu mengharap-mengharap rahmat dan ampunan Allah. Yang perlu kita ingat adalah bahwa setiap hal itu berbanding lurus. Apa yang yang kita lakukan, itu pula yang akan kita tuai.
*Disarikan dari penjalasan Habib Faisal Djindan