Bagaimana Jika Belum Menemukan Mursyid?

September 18, 2023
Bagaimana Jika Belum Menemukan Mursyid?

Seorang yang menempuh jalan ruhani menuju Allah (salik ila Allah) harus punya pembimbing, yang disebut mursyid dalam thoriqah. Lantas, gimana dengan seseorang yang belum menemukan seorang mursyid, atau dalam arti yang lain belum masuk thoriqah?
Untuk menjawab ini, kita akan bedah sebuah kitab tasawuf basic yang berjudul “Hidayatu Al-Rabbi ‘Inda Faqdi Al-Murabbi” Karya Syeikh Ali Ibnu Husamuddin atau yang masyhur dikenal dengan Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi. Biografi As-Syeikh silahkan disimak pada tulisan kami terdahulu: Inilah As-Syeikh Al-Muttaqi, Sang Pengarang Kanzul Ummal (lihat: Inilah As-Syeikh Al-Muttaqi, Sang Pengarang Kanzul Ummal), As-Syeikh menjelaskan jika seorang hamba belum menemukan mursyid, sebagai penggantinya secara umum hendaknya ia (1) bermujahadah, (2) bertaqwa, (3) berilmu dan mengamalkannya, serta (4) berzuhud. Yang terakhir adalah yang paling ampuh, yaitu (5) al-maut al-ikhtiyari. Kita akan kupas satu per satu.

Mujahadah
As-Syeikh mendasarkan mujahadah dengan mengutip surah al-‘Ankabut 69:
“Orang-orang yang bersungguh-sungguh (bermujahadah) kepada kami, sungguh kami akan tunjukkan jalan-jalan kami kepada mereka”
Kita lihat lebih dalam makna mujahadah yang dimaksud oleh para ahli tasawuf dalam kitab “Mi’raju At-Tasyawwuf ila Haqaiq At-Tasawwuf”:
“Mujahadah adalah menyapih diri (nafsiah) dari kebiasaannya dan membebankannya dengan cara menyelisihi kecenderungan buruk (hawa nafsu) di waktu-waktu normal serta memecah kebiasaannya di semua keadaan”.
Dalam memahami definisi diatas coba simak ilustrasi ini. Secara normal, kita makan tiga kali sehari, maka keinginan untuk makan ini harus diselisihi (ditekan), dengan cara berpuasa, atau makan hanya di saat sangat lapar. Berpuasa disini tentu di luar puasa wajib (ramadhan), yaitu puasa sunnah seperti senin-kami, daud, dan lainnya. Contoh lain, umumnya pada tengah malam waktu untuk tidur, maka ini harus diselisihi dengan cara bangun di dua pertiga malam untuk shalat dan berdzikir. Silahkan diqiyaskan untuk aktivitas-aktivitas yang disukai oleh hawa nafsu di dalam diri.

Taqwa
As-Syeikh mengutip surah Al-Baqarah 282:
“Bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Takwa dalam definisi para ahli tasawuf adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya baik yang dhohir dan batin. Kewajiban dhohir diantaranya seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah-ibadah yang melibatkan fisik (jasmani), sedangkan kewajiban yang batin seperti husnudzon, cinta kepada Allah, tawakkal, dan lainnya. Larangan Allah yang dhohir diantaranya berzina, mencuri, menganiaya, dan lainnya, sedangkan larangan yang bersifat batin diantaranya riya, sum’ah, hasud, dan lainnya. Seorang yang sudah berniat mendekatkan diri kepada Allah, tidak cukup hanya dengan memperhatikan amaliah yang sifatnya dhohir, namun harus mulai memperhatikan amaliah yang sifatnya batin.

Berilmu dan Mengamalkannya
As-Syeikh mengutip sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
“Ilmu adalah hidupnya islam dan tiangnya iman. Barangsiapa mengajarkan ilmu maka Allah akan sempurnakan pahalanya. Barangsiapa mempelajari ilmu kemudian mengamalkannya, Allah akan mengajarinya apa yang tidak ia pelajari”
Ilmu yang dimaksud dalam konteks ini tentu agama. Sebelum mempelajari ilmu batin, hendaknya ia mempelajari ilmu yang pokok dalam Islam seperti ilmu tauhid (minimal sifat 20), dan ilmu yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari, seperti ilmu bersuci, sholat, dan zakat. Jika ia akan berhaji, maka ia wajib mempelajari ilmu haji. Jika ia akan berdagang maka ia wajib belajar ilmu perdagangan (buyu’). Oleh karena itu, jika ia ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka ia harus belajar ilmu tasawuf dan berthoriqah.

Zuhud
As-Syeikh mengutip sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali:
“Barangsiapa zuhud di dunia maka Allah akan mengajarinya tanpa belajar, memberikan petunjuk tanpa hidayah, dan menjadikanya (mampu) melihat (dengan mata hati/bashirah) dan membuka apa yang tidak terlihat (kasyaf).”
Ahli tasawuf mendefiniskan zuhud dengan ketiadaan qolbu dari bergantung selain Allah. Zuhud tidak berarti melarang memiliki harta benda, namun melarang bergantung kepadanya, karena qolbu itu seharusnya hanya bergantung kepada Allah SWT. Jika ia memiki mobil maka cukup diparkir di garasi. Jika punya uang, maka cukup disimpan di dompet atau di bank. Tidak perlu mobil diparkir di qolbu, dan uang disimpan di qolbu.

Al-Maut Al-ikhtiyari
Mati dapat dibagi menjadi dua, yaitu Al-Maut Al-Dhloruri dan Al-Maut Al-ikhtiyari. Al-maut Al-dhloruri adalah terpisahkan ruh dengan jasad, sedangkan al-maut al-ikhtiyari adalah kematian yang diupayakan sebelum mati. Ingat! Ini bukan bunuh diri ya, tapi inilah yang dimaksud oleh Sayyidina Umar:
“Matilah sebelum mati”
Menurut As-Syeikh, al-maut al-ikhtiyari ini adalah obat yang paling mujarab diantara yang lainnya. Pembahasan tentang al-maut al-ikhtiyari akan kita bahas pada tulisan selanjutnya mengingat perlu uraian yang cukup panjang.

Wallahu a’lam bishshowab